Radarriaunet | Pekanbaru – Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD) Riau dengan alasan Pemerintah Daerah (Pemda) 'mengendapkan' dana di bank, memicu sorotan tajam dari kalangan DPRD Provinsi Riau. Anggota dewan menilai, meskipun kritik Menkeu soal lambatnya penyerapan anggaran patut menjadi evaluasi, kondisi fiskal Riau yang tengah berdarah-darah akibat defisit besar dan realisasi APBD yang stagnan menunjukkan masalah yang lebih kompleks dari sekadar 'kebiasaan menabung' di daerah.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Riau, Edi Basri, mengakui adanya kebiasaan buruk Pemda yang tidak mengoptimalkan belanja, yang ia sebut sebagai "paradoks" di mana daerah menuntut anggaran lebih namun tidak mampu membelanjakannya.
"Alasan Menkeu memotong TKD karena daerah kebiasaan, uang ada tapi tidak dibelanjakan. Ini kan paradoks. Kita menuntut anggaran ke daerah ditambah, tapi tidak pandai membelanjakan uang tersebut," ujar Edi Basri, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, Pemda Riau harusnya menjadikan momentum ini sebagai cambuk untuk meningkatkan penyerapan anggaran secara optimal, terutama untuk proyek-proyek yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat. Implementasi proyek yang sesuai pos anggaran, katanya, adalah kunci peningkatan ekonomi daerah, sejalan dengan pesan Menkeu untuk tidak 'menabung' tetapi 'membelanjakan' dana yang sudah diposkan.
Defisit Anggaran dan Realisasi APBD Jadi Sorotan Utama
Namun, di balik kritik tersebut, muncul fakta yang lebih mencemaskan. Angka realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau tahun 2025 per Oktober ini baru mencapai 64 persen. Angka ini dinilai sangat minim mengingat sisa waktu efektif belanja hanya tinggal dua bulan.
"Sekarang kita pertanyakan APBD Riau 2025 baru 64 persen padahal waktu tinggal dua bulan lagi," tegas Edi Basri..
Selain realisasi yang rendah, kondisi Riau juga diperparah dengan bayang-bayang defisit anggaran yang besar, yang mana sebelumnya sempat diumumkan mencapai angka triliunan rupiah. Rendahnya realisasi ini, menurut Komisi III, membuat Pemprov Riau harus mengambil langkah ekstrem berupa pergeseran dan pemotongan banyak anggaran, yang mengindikasikan adanya kesulitan likuiditas di Pemda.
"Karena tidak ada lagi dana untuk merealisasikannya, banyak sekali anggaran yang digeser. 2025 kita anggap transisi, 2026 jangan sampai terjadi lagi defisit seperti ini," tutupnya, menuntut Pemprov Riau segera mengevaluasi total pengelolaan fiskal daerah agar defisit dan keterlambatan penyerapan tidak terulang di tahun mendatang. Pemotongan TKD oleh Pemerintah Pusat di tengah defisit yang sudah terjadi ini dikhawatirkan akan semakin melumpuhkan kemampuan Pemprov Riau untuk melaksanakan program pembangunan yang tersisa di akhir tahun.
[]