RadarRiau.net | Jakarta – Organisasi Masyarakat Pemuda Tri Karya (Petir) menyerukan agar Kejaksaan Agung (Kejagung) segera mengambil tindakan tegas terhadap dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat pengelolaan dana biodiesel milik Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), senilai Rp57,7 triliun yang dialokasikan pada periode 2016–2020 .
Ketua Umum Petir, Jackson Sihombing, menyampaikan bahwa publik sudah menantikan kejelasan hingga hampir dua tahun, mengingat kasus ini telah memasuki fase penyidikan sejak 7 September 2023, namun hingga kini belum ada satu pun pihak yang dijadikan tersangka .
Daftar Penerima Diduga Bermasalah
Menurut data yang dikantongi Petir, sebanyak 23 perusahaan disebut menerima insentif biodiesel dari BPDPKS dengan nominal besar:
PT Wilmar Bioenergi Indonesia (WBI): > Rp9 triliun
PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI): ± Rp8,76 triliun
PT Musim Mas (MM): ± Rp7,19 triliun
PT Cemerlang Energi Perkasa (CEP): ± Rp3,6 triliun
PT Bayas Biofuels (BB): ± Rp3,5 triliun
PT Permata Hijau Palm Oleo (PHPO): ± Rp2,63 triliun
PT LDC Indonesia (LDCI): ± Rp2,77 triliun
PT SMART Tbk (S): ± Rp2,41 triliun
Lainnya termasuk PT CP (± Rp2,18 triliun), PT Tunas Baru Lampung (TBL, ± Rp2,08 triliun), PT Multi Nabati Sulawesi (MNS, ± Rp2,16 triliun), serta perusahaan dengan nilai ratusan miliar hingga triliunan lainnya
Penanganan dan Hambatan Hukum
Sejak penyidikan dimulai, sejumlah pejabat perusahaan telah diperiksa—meliputi perwakilan dari perusahaan seperti PT Pelita Agung Agriindustri, PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Wilmar (Group), PT Cemerlang Energi Perkasa, PT Sinarmas Bio Energy, PT SMART Tbk, serta pihak BPDPKS dan Pertamina .
Namun, penyidik menghadapi kendala serius dalam mengumpulkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka, karena kompleksitas struktur aliran dana dan keterlibatan banyak entitas. Jaksa Agung Muda Pidsus, Febrie Adriansyah, menyatakan bahwa proses ini memerlukan kolaborasi dengan para ahli ekonomi untuk menelusuri indikasi penyalahgunaan dana secara transparan .
Respons Petir dan Sorotan Publik
Petir menyayangkan minimnya progres yang terhubung langsung dengan penetapan tersangka meskipun penyidikan telah berjalan hampir dua tahun. Jackson menekankan bahwa publik layak mendapat penjelasan tuntas. Ia menduga bahwa ada hubungan antara penerima dana dengan elite politik dan birokrasi, yang memicu desakan agar kasus ini tidak ditutup tanpa pertanggungjawaban hukum nyata .
Pengkritik menyoroti bahwa keberanian dan transparansi dalam menuntaskan perkara ini menjadi tolak ukur nyata bagi integritas Kejagung. Jika potensi konflik kepentingan tidak diungkap secara bersih, hal ini bisa menjadi preseden serius dalam masalah pemberantasan korupsi di sektor strategis seperti kelapa sawit .
Dalam mengungkap kasus ini, meskipun sudah hampir dua tahun berlalu sejak penyidikan dimulai (7 September 2023), akan tetapi belum ada tersangka dalam kasus dugaan korupsi BPDPKS senilai Rp57,7 triliun. Penyelidikan masih berjalan, namun tiap prosesnya terhambat oleh kompleksitas aliran dana. Petir mendesak Kejagung untuk segera bertindak secara transparan dan tegas.
(red)