Penangkapan Ketua Ormas Petir di Riau Jadi Titik Tolak Nasional, Menkumham Siap Cabut Izin Ormas Pelaku Premanisme

Administrator - Kamis, 23 Oktober 2025 - 07:34:47 wib
Penangkapan Ketua Ormas Petir di Riau Jadi Titik Tolak Nasional, Menkumham Siap Cabut Izin Ormas Pelaku Premanisme
Sosok Jakson Sihombing, ketua ormas di Pekanbaru, Riau, yang ditangkap atas dugaan pemerasan terhadap perusahaan sawit. (dok. Humas Polda Riau)Sosok Jakson Sihombing, ketua ormas di Pekanbaru, Riau, yang ditangkap atas dugaan pemerasan terhadap perusahaan

Radarriaunet | Jakarta  – Penangkapan Ketua Umum Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Pemuda Tri Karya (Petir), JS (Jekson Sihombing), oleh Polda Riau atas dugaan kasus pemerasan menandai langkah signifikan pemerintah dalam menindak tegas praktik premanisme yang berlindung di balik legalitas ormas. Penangkapan ini, yang dilakukan pada Senin malam (13/10/2025) di Pekanbaru, bukan sekadar penegakan hukum lokal, melainkan dipandang sebagai momentum awal penertiban menyeluruh terhadap ormas-ormas yang menyimpang dari tujuan luhur pendiriannya.

Modus Pemerasan Berkedok Aktivisme

JS, yang ditangkap oleh Tim Riau Anti Geng dan Anarkisme (RAGA) Polda Riau, ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga kuat melakukan pemerasan terhadap sebuah perusahaan sawit besar, PT Ciliandra Perkasa (grup First Resources). Modus operandi yang digunakan tersangka adalah dengan mengancam akan "menggulingkan" citra perusahaan melalui:

Pemberitaan Negatif Masif: Menerbitkan isu korupsi dan pencemaran lingkungan melalui puluhan (disebutkan 24) media online yang terafiliasi.

Ancaman Demonstrasi: Mengancam akan mengerahkan massa besar untuk melakukan aksi demonstrasi di Jakarta.

Menurut keterangan dari Polda Riau, JS awalnya meminta uang sebesar Rp 5 Miliar kepada pihak perusahaan sebagai imbalan agar ancaman tersebut tidak direalisasikan. Setelah negosiasi, permintaan turun, dan JS ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) saat menerima uang tunai sebesar Rp 150 Juta di sebuah hotel di Pekanbaru.

Pasal Pemerasan KUHP: Jerat Kunci Preman Berormas

Penyidik menjerat Ketua Umum Petir, JS, dengan Pasal 368 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemerasan, yang mengatur ancaman pidana penjara maksimal sembilan tahun. Kasus ini menjadi preseden penting karena secara gamblang memperlihatkan bahwa Pasal 368 KUHP menjadi senjata utama dalam menghadapi kejahatan terorganisir yang memanfaatkan isu publik dan status ormas sebagai tameng.

Dalam konteks hukum, ancaman untuk mencemarkan nama baik melalui pemberitaan negatif, serta ancaman pengerahan massa (demo), dikualifikasikan sebagai ancaman kekerasan non-fisik yang memaksa korban menyerahkan harta benda. Ancaman pidana yang berat ini menegaskan keseriusan negara dalam melawan pemerasan, apalagi yang disalahgunakan oleh entitas organisasi.

Respons Pusat: Nol Toleransi dan Desakan Sanksi Administratif

Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menyambut baik penindakan cepat Polda Riau dan menegaskan sikap "Nol Toleransi" Pemerintah Pusat terhadap premanisme berkedok ormas. "Ormas harus bermanfaat bagi masyarakat, tidak boleh malah kehadiran organisasi kemasyarakatan itu malah menimbulkan masalah. Pemerintah, sesuai arahan Presiden, sangat tegas: tidak ada ruang bagi premanisme berkedok ormas," kata Menteri Supratman, pada Selasa (21/10/2025).

Penangkapan JS segera memicu desakan agar sanksi hukum terhadap individu diikuti dengan sanksi tegas terhadap organisasi. Berdasarkan UU Ormas, sanksi administratif (mulai dari peringatan, penghentian kegiatan, hingga pencabutan status badan hukum) berada di bawah kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Meskipun JS telah ditahan, nasib Ormas Petir secara kelembagaan masih menunggu keputusan. Kemenkumham, melalui Ditjen AHU, baru dapat mencabut status badan hukum setelah menerima rekomendasi resmi atau keputusan hukum yang jelas dari pihak berwenang. Desakan kini mengarah kepada Kemendagri untuk segera mengambil langkah administratif sebagai tindak lanjut penindakan pidana ini, memastikan bahwa ormas yang terbukti disalahgunakan sebagai sarang premanisme akan dibekukan atau dicabut status badan hukumnya.

Kasus penangkapan Ketua Umum Petir ini diharapkan menjadi titik balik (momentum penting) nasional untuk membersihkan dan menertibkan ormas-ormas yang menyimpang dari azas, tujuan, dan fungsinya, serta mengembalikan peran ormas sebagai mitra konstruktif pemerintah dan masyarakat.

[]