Radarriaunet | Pekanbaru – Sengketa lahan ulayat yang melibatkan masyarakat adat Batin Tenayan dengan seorang pengusaha di Tenayan Raya, Kota Pekanbaru, memasuki babak baru setelah anak kemenakan Batin Tenayan mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau pada Kamis (23/10/2025).
Dalam audiensi yang berlangsung tegang tersebut, masyarakat adat secara eksplisit menyebutkan nama pengusaha yang diduga melakukan penyerobotan dan mengklaim luas lahan yang telah dirampas mencapai lebih dari 200 hektare.
Audiensi ini dipimpin oleh Anggota DPRD Riau dari Dapil Kota Pekanbaru, Ayat Cahyadi. Pertemuan tersebut menjadi saluran bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan menuntut pengakuan hak atas tanah ulayat mereka yang telah diwarisi secara turun-temurun.
Tuduhan terhadap Pengusaha Bernama Mery
Mewakili anak kemenakan Batin Tenayan, Datuk Win dengan tegas menyebut nama pengusaha yang mereka tuduh telah menyerobot lahan.
"Tolong, panggil Mery. Hadirkan Mery kepada kami. Dialah yang sudah merampas tanah kami," seru Datuk Win di hadapan anggota dewan.
Menurut pengakuan masyarakat adat, Mery adalah pihak yang diduga telah mengambil alih lahan ulayat mereka seluas lebih dari 200 hektare. Mereka juga menuduh pihak pengusaha telah menutup akses jalan serta memasang pagar di wilayah tersebut, yang secara langsung menghalangi aktivitas bertani masyarakat.
“Luasnya sekitar 200 hektar lebih. Di atas tanah itu kami ingin bertani, tapi malah dihalau, jalan kami ditutup, bahkan dipagar. Kami yang punya tanah, kami yang punya negeri, malah tidak bisa mencari makan di situ,” jelas Datuk Win, menyuarakan kekecewaan mendalam atas hilangnya hak mereka untuk mengolah lahan.
DPRD Mendesak Penyelesaian Damai dan Legalitas Hak
Anggota DPRD Riau, Ayat Cahyadi, yang memimpin jalannya audiensi, menegaskan bahwa akar persoalan ini adalah konflik pengakuan hak tanah ulayat dan bentrokan kepentingan antara masyarakat adat dengan pihak korporasi.
“Ini dari anak menakan Batin Tenayan. Mereka menyampaikan aspirasi pertama tentang hak-hak tanah ulayat agar diakui. Berawal ketika ada anak menakan Batin Tenayan yang sedang mengolah tanah ulayat, tiba-tiba datang oknum-oknum atas perintah seorang pengusaha hingga terjadilah bentrok,” ujar Ayat Cahyadi.
Ayat Cahyadi pun mendesak semua pihak untuk memprioritaskan penyelesaian sengketa melalui jalur hukum dan musyawarah demi menghindari eskalasi konflik di lapangan.
Ancaman Langkah Tegas Masyarakat Adat
Meskipun Datuk Win menekankan bahwa niat utama mereka adalah mencari penyelesaian damai, kesabaran masyarakat adat memiliki batas.
“Kami ini bukan ingin ribut, kami hanya ingin hak kami diakui sesuai sejarah dan bukti yang ada. Kalau bisa diselesaikan dengan baik, itu lebih baik,” ucapnya.
Namun, ia menambahkan peringatan keras bahwa masyarakat Batin Tenayan siap mengambil langkah tegas jika tindakan provokatif dari pihak pengusaha terus berlanjut. “Tapi kalau sudah tak bisa tertahan lagi, apa boleh buat, Pak?” katanya dengan nada tegas.
Masyarakat Batin Tenayan mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan menengahi dan memastikan konflik lahan ini dapat diselesaikan secara damai tanpa menimbulkan korban di kemudian hari. Mereka berharap adanya pengakuan hukum yang jelas terhadap status tanah ulayat mereka.
[]