Radarriau.net | ?Genap setahun Kabinet Merah Putih menahkodai Republik, sorotan publik tidak lagi hanya tertuju pada janji, melainkan pada bukti konkrit dari visi "Asta Cita" yang dicanangkan. Peringatan satu tahun ini, ditandai dengan Sidang Kabinet Paripurna, menyajikan sederet capaian yang patut diakui. Namun, lebih dari sekadar angka dan klaim, momen ini adalah kesempatan krusial untuk mengukur kedalaman dampak kebijakan pada fondasi keadilan dan kemakmuran rakyat.
?Aspek penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, yang sempat menjadi headline, memang menunjukkan ketegasan yang disambut baik. Kenaikan gaji hakim hingga 280 persen di tingkat paling rendah adalah reformasi struktural yang berani. Langkah ini bukan sekadar insentif, melainkan investasi strategis negara dalam menjaga marwah peradilan. Logikanya sederhana: Hakim yang hidup layak dan terhormat lebih kebal terhadap godaan suap.
?Penyelamatan uang negara senilai belasan triliun rupiah melalui putusan pengadilan dan pengalihan anggaran rawan korupsi sebesar Rp306 triliun ke program pro-rakyat adalah bukti nyata bahwa komitmen "tidak ada yang tak tersentuh (no more untouchable)" mulai diterjemahkan dalam aksi. Penertiban praktik tambang ilegal dan penguasaan lahan sawit yang melanggar hukum menegaskan kembali bahwa integritas tidak hanya diukur dari penangkapan pejabat, tetapi dari keberanian merebut kembali aset-aset strategis yang dirampas dari kepentingan publik. Pihak-pihak yang "teriak-teriak" terhadap kebijakan ini, sebagaimana disinggung Presiden, memang perlu ditelusuri apakah jeritan tersebut berasal dari kepentingan yang terganggu atau kritik konstruktif.
?Namun, ketegasan di sektor hukum ini harus diimbangi dengan percepatan di sektor keadilan ekonomi dan pembangunan sosial.
?Tantangan Implementasi Program Kerakyatan
?Di tengah klaim pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen dan inflasi yang terkendali—sebuah prestasi di tengah turbulensi global—perhatian harus dialihkan pada program-program yang paling menyentuh rakyat: kesejahteraan dan gizi. Program Makan Bergizi (MBG) Gratis, misalnya, adalah janji monumental. Capaian pembangunan 12.508 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan penyaluran puluhan juta porsi adalah kemajuan fisik yang signifikan.
?Namun, skala program yang masif ini membawa tantangan inheren dalam hal efisiensi, distribusi yang merata, dan kualitas gizi. Pesan Presiden untuk tidak "ngoyo" (terlalu memaksakan) dan mengutamakan kualitas adalah pengakuan jujur terhadap kompleksitas logistik yang dihadapi. Pemerintah wajib memastikan bahwa dorongan kuantitas tidak mengorbankan standar mutu, terutama dalam isu fundamental seperti gizi anak bangsa. Keberhasilan program ini akan menjadi tolok ukur utama keberpihakan Kabinet Merah Putih terhadap masyarakat lapis bawah.
?Transisi Birokrasi dan Konsolidasi Politik
?Satu tahun pertama juga ditandai dengan upaya konsolidasi politik yang berhasil merangkul berbagai spektrum. Stabilitas politik yang tercipta diyakini menjadi modal penting untuk menjaga iklim investasi. Dalam konteks ini, reformasi birokrasi melalui transformasi digital harus dipercepat. Pemerintahan yang kuat memerlukan aparatur yang efisien, transparan, dan responsif. Penggunaan teknologi untuk menghilangkan birokrasi berbelit-belit bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk memastikan setiap program, mulai dari layanan kesehatan gratis tahunan hingga izin usaha, dapat diakses tanpa hambatan.
?Secara keseluruhan, Kabinet Merah Putih telah meletakkan fondasi awal yang kokoh di bidang integritas kelembagaan dan stabilitas makroekonomi. Tantangan yang tersisa adalah mengubah ketegasan hukum menjadi keadilan sosial yang merata dan memastikan bahwa mesin birokrasi mampu mendistribusikan manfaat pembangunan — dari tanggul laut di Pantai Utara Jawa hingga program gizi di pelosok — dengan kecepatan dan kualitas yang pantas diterima oleh seluruh rakyat Indonesia.
?Ujian sesungguhnya bagi tahun kedua adalah bagaimana pemerintah menjaga momentum ketegasan tanpa terjebak dalam euforia klaim, serta fokus pada detail implementasi program yang menjangkau masyarakat paling rentan.
[]