Radarriaunet | Jakarta – Perkembangan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus bergulir. Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan detail mengenai peran mantan Menteri Nadiem Makarim (NAM) yang kini berstatus tersangka dan ditahan, sekaligus membantah pengakuan tim pembelanya terkait inisiator pengadaan.
Peran Nadiem dan Bantahan Kejagung
Berbeda dengan klaim pengacara Nadiem, Tabrani Abby, yang menyebut inisiator pembahasan awal Chromebook adalah staf khusus menteri, Kejaksaan Agung melalui penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengungkapkan adanya rapat tertutup yang melibatkan Nadiem dan pihak Google Indonesia.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa Nadiem diduga menggelar rapat 'senyap' secara daring melalui Zoom Meeting terkait pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menggunakan Chromebook. Dalam rapat tertutup tersebut, Nadiem bahkan mewajibkan peserta memakai headset. Rapat ini digelar pada awal 2020, sebelum pengadaan TIK dimulai, dan disinyalir sebagai tindak lanjut atas surat Google untuk pengadaan Chromebook.
Setelah rapat tersebut, Nadiem kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan nomor 5 tahun 2021 yang menjadi dasar pelaksanaan pengadaan TIK bersumber dari APBN Satuan Pendidikan Kemendikbudristek dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2020 sampai dengan 2022. Kajian teknis internal kementerian sebelumnya disebut-sebut telah menyatakan ketidaksesuaian laptop berbasis Chrome OS untuk program saat itu, terutama di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) karena ketergantungan pada koneksi internet. Namun, Nadiem disebut memerintahkan jajaran kementerian untuk tetap menggunakan ChromeOS.
Kerugian Negara dan Tersangka Lain
Kasus korupsi yang menyeret Nadiem ini diduga menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 1,98 triliun. Kerugian ini masih dalam proses penghitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Selain Nadiem, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka lain dalam kasus ini, yakni:
Jurist Tan (JT), Eks Staf Khusus Mendikbudristek yang saat ini berstatus buronan setelah kabur ke luar negeri. JT disebut mengatur komunikasi dengan konsultan teknologi dari pihak luar, salah satunya Ibrahim Arief.
Ibrahim Arief (IA), Eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, yang bertugas membantu memastikan arahan tetap pada produk Google.
Mulyatsyah (MUL), Eks Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021. MUL disebut menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) pengadaan TIK yang mengarahkan penggunaan Chrome OS.
Sri Wahyuningsih (SW), Eks Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021. SW disebut memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang baru untuk mengubah metode e-katalog pengadaan TIK menjadi SIPLAH dan membuat petunjuk pelaksanaan yang mencantumkan spesifikasi Chromebook.
Pengadaan total mencapai 1,2 juta unit laptop Chromebook dengan anggaran sekitar Rp 9,3 triliun untuk tahun anggaran 2019–2022. Meskipun demikian, dilaporkan bahwa laptop tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para pelajar, khususnya di wilayah tanpa koneksi internet yang memadai.
Pengacara Nadiem, Hotman Paris Hutapea, yang turut membela Nadiem, sempat mempertanyakan unsur korupsi yang dialamatkan kepada kliennya, dengan klaim bahwa tidak ada pihak yang dirugikan dan Nadiem tidak mendapat keuntungan dari proyek tersebut.
Sementara itu, Nadiem Makarim ditahan di Rutan Salemba Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, 4 September 2025.
Anda dapat menonton liputan kasus ini lebih lanjut di Bukti Korupsi Laptop Chromebook untuk Menjerat Nadiem Makarim. Video ini memberikan perspektif yang berbeda, yaitu mengenai bukti korupsi yang digunakan untuk menjerat Nadiem Makarim dalam kasus pengadaan laptop Chromebook. (Igo)