RADARRIAUNET.COM: Penambangan pasir laut secara ilegal diperairan Pulau Ketam, Kabupaten Bengkalis, Riau, sudah 3 tahun berjalan. Akibat pencurian itu negara sudah dirugikan sekitar Rp7 Miliar. Ironisnya, tidak ada penegakan hukum terhadap para pelaku. Diduga campur tangan oknum aparat dan pengusaha dari Kota Dumai, jadi pemulus aksi pencurian yang juga dipastikan berdampak terhadap rusaknya lingkungan hidup, disekitar areal Pulau Ketam.
Rekomendasi dari Distanben Provinsi Riau, dijadikan alat pembenar penambangan pasir laut disekitar Pulau Ketam oleh Syamsudin, warga Tanjung Kapal, Rupat, Kabupaten Bengkalis. Syamsudin bahkan memonopoli perdagangan pasir laut.
Jangan harap bisa menambang pasir tanpa seizin Syamsudin. Penambang diwajibkan membayar Rp45.000 perkubik pasir. Sementara, 1 unit kapal penambang mampu memuat 60 kubik pasir. Dapat dibayangkan keuntungan syamsudin, jika dalam 1 hari ada 10 kapal menambang di perairan Pulau Ketam.
IJ, warga Rupat, Kabupaten Bengkalis, Minggu, 2 Oktober 2016, mengatakan Syamsudin menetapkan Rp45.000 perkubik wajib setor kepadanya. “Itu uang koordinasi dengan Syamsudin. Ada lagi uang perjalanan kapal dan Syahbandar dapat bagian Rp250.000, Syamsudin Rp200.000 perkapal,” kata IJ.
Selain itu, lanjutnya pada awak media, agar kapal penambang tidak mendapat gangguan selama dalam perjalanan menuju lokasi yang menjadi tujuan, ada seorang pengusaha di Dumai yang bisa meloloskan kapal-kapal itu ketika melintas perairan laut Dumai.
“Arsyad juga termasuk investor. Agar tidak terganggu, Arsyad pengusaha yang loloskan lintas laut Dumai. Rp21.000 perduakubik muatan untuk dia,” ujar IJ, seperti dikutip dari riaupesisir.com
Apa yang dilaporkan masyarakat Rupat ini dapat disaksikan setelah melihat langsung, dimana kurang dari 500 meter tepi pantai Pulau Ketam, aktifitas penambangan pasir laut tengah berlangsung. Ada tiga kapal sedang menyedot pasir ke dalam kapal.
Anehnya, Camat dan Lurah selaku pemangku jabatan tidak ikut campur tangan dalam kegiatan tersebut. Alasan untuk masyarakat menjadi tameng pembenar sikap yang mereka perlihatkan. Padahal penambangan pasir ilegal telah memakan korban jiwa.
“Camat dan lurah tidak mau ikut campur karena alasan itu. Memang sudah ada korban jiwa. Tapi satu hari setelah itu mereka kembali bekerja dan untuk masyarakat kata camat dan lurah. Saya rasa mereka tidak terlibat?,” ujar IJ sedikit meragukan pendapatnya sendiri.
Besar kemungkinan apa yang disebutkan AH, warga Rupat, Bengkalis, yang sebelumnya sudah memberi keterangan yang sama, bahwa ada dugaan keterlibatan oknum aparat dan adanya pengusaha di Kota Dumai, dalam memuluskan penambangan ilegal pasir laut bisa dibuktikan.
“Berbekal rekomendasi dari Distanben provinsi Riau mereka sesuka hati menambang pasir. Rekomendasi itu bukan izin dan izin galian C dilokasi memang tidak ada,” ucap IJ menegaskan.
rpc/rrn