Radarriaunet co | Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP). Pengumuman ini mengungkap adanya pola pemerasan (extortion) yang terstruktur dan terkomando, yang diawali dengan ancaman pencopotan jabatan jika bawahan menolak membayar fee proyek.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam konferensi pers, memaparkan secara rinci kronologi dan sandi yang digunakan para tersangka untuk menutupi jejak permintaan uang haram tersebut.
Kasus ini berpusat pada penambahan anggaran Tahun 2025 untuk UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP Riau. Anggaran yang semula hanya Rp 71,6 miliar naik drastis menjadi Rp 177,4 miliar, menciptakan selisih kenaikan sekitar Rp 106 miliar yang menjadi objek pemerasan.
Johanis Tanak menjabarkan alur tuntutan fee tersebut:
Kenaikan fee sebesar 100% ini menunjukkan tingginya daya paksa dan kontrol yang dimiliki Gubernur Riau terhadap alokasi anggaran proyek.
Untuk memastikan kepatuhan dan menutupi tindak pidana, para tersangka menggunakan sandi khusus:
| Kode Korupsi | Makna dan Konteks |
|---|---|
| "Jatah Preman" | Istilah yang digunakan di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau untuk merujuk pada permintaan fee sebesar 5% (Rp 7 miliar) untuk Gubernur AW. Kode ini berhubungan langsung dengan ancaman mutasi atau pencopotan jabatan bagi Kepala UPT yang menolak memenuhi permintaan tersebut, mencerminkan sifat pemerasan yang memaksa. |
| "7 Batang" | Kode yang digunakan dalam komunikasi internal untuk menyamarkan nilai fee final yang harus diserahkan kepada Gubernur AW, yaitu Rp 7 miliar. Sandi ini digunakan saat hasil pertemuan penyepakatan kenaikan fee dilaporkan kepada Kepala Dinas MAS. |
Selain Gubernur AW dan Kepala Dinas MAS, KPK juga menetapkan Dani M. Nursalam (DAN), Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau, sebagai tersangka.
KPK berhasil menyita barang bukti dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang mencapai Rp 1,6 miliar. Uang tersebut tidak hanya berbentuk Rupiah, tetapi juga mata uang asing seperti Dolar Amerika Serikat (USD) dan Poundsterling, yang mengindikasikan upaya pencucian uang atau penyamaran sumber dana.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK menemukan kecukupan alat bukti melalui pemeriksaan intensif, menegaskan bahwa dugaan korupsi ini melibatkan struktur komando tertinggi di pemerintahan Provinsi Riau.
(Igo)