JEBAKAN OBLIGASI? Pengamat Khawatir Danantara Terjebak Investasi Jangka Pendek, Pembangunan Jangka Panjang Terancam Stagnan

Administrator - Rabu, 29 Oktober 2025 - 11:33:13 wib
JEBAKAN OBLIGASI?  Pengamat Khawatir Danantara Terjebak Investasi Jangka Pendek, Pembangunan Jangka Panjang Terancam Stagnan
Ilustrasi

Radarriaunet | Jakarta – Keputusan Danantara untuk memarkir triliunan dana dividen BUMN di obligasi bukan hanya memicu kritik jangka pendek, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan pengamat ekonomi tentang "jebakan obligasi" yang dapat mengancam pembangunan strategis Indonesia dalam jangka panjang. Mereka berpendapat, Danantara berisiko kehilangan momentum dan relevansi jika terus-menerus memilih jalan yang aman dan berorientasi pasar modal, alih-alih berinvestasi pada proyek-proyek transformatif.

 Risiko Stagnasi Pembangunan

Sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) pembangunan, Danantara memiliki peran krusial dalam mengisi gap pembiayaan proyek-proyek strategis nasional (PSN) yang seringkali tidak menarik bagi investor swasta karena risiko tinggi dan return yang baru terlihat dalam jangka waktu yang sangat panjang (10-20 tahun).

Hilangnya Peluang Emas: Dengan dana yang terikat di obligasi, Danantara kehilangan kesempatan emas untuk menjadi katalisator bagi proyek-proyek masa depan seperti pengembangan ekosistem baterai EV, energi terbarukan skala besar, atau infrastruktur digital yang sangat dibutuhkan.

Efek Domino Negatif: 

Jika Danantara gagal membiayai proyek-proyek ini, beban pembangunan akan kembali ditanggung sepenuhnya oleh APBN, atau proyek-proyek vital tersebut terpaksa ditunda, memperlambat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja berkualitas. "Danantara seperti terjebak dalam mentalitas investasi jangka pendek. Padahal, tugas utama SWF pembangunan adalah berpikir visioner, mengambil risiko terukur untuk menciptakan nilai jangka panjang bagi negara. Obligasi itu seperti 'zona nyaman' yang pada akhirnya akan membuat pembangunan strategis kita stagnan," kata seorang analis investasi publik.

 Urgensi Revisi Kebijakan dan Penguatan Visi

Kritik dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan kekhawatiran dari DPR menyoroti adanya ketidakselarasan visi antara Danantara dan agenda pembangunan nasional. Hal ini menunjukkan urgensi untuk meninjau kembali arah kebijakan investasi Danantara secara fundamental.

Para pemangku kepentingan perlu duduk bersama untuk mendefinisikan ulang prioritas investasi Danantara, memastikan bahwa setiap rupiah dividen BUMN disalurkan untuk sektor yang paling berdampak pada rakyat dan kemandirian ekonomi.

Penguatan Mekanisme Checks and Balances: Diperlukan mekanisme checks and balances yang lebih kuat, baik dari Dewan Pengawas maupun dari Parlemen, untuk memastikan Danantara tidak hanya fokus pada profitabilitas finansial semata, tetapi juga pada dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas.

Mencari Solusi: Dari Obligasi ke Inovasi

Situasi ini bisa menjadi titik balik bagi Danantara untuk merefleksikan kembali misinya. Daripada terpaku pada instrumen obligasi, Danantara dapat didorong untuk mencari model investasi yang lebih inovatif, seperti:.

Penyertaan Modal Langsung: Investasi ekuitas di perusahaan-perusahaan rintisan (startup) strategis atau proyek-proyek infrastruktur hijau.

Dana Bersama (Co-Investment): 

Berkolaborasi dengan investor swasta atau lembaga multilateral untuk proyek-proyek besar yang membutuhkan sinergi modal dan keahlian. Tanpa perubahan arah yang signifikan, Danantara berisiko kehilangan legitimasinya sebagai agen pembangunan, dan hanya akan diingat sebagai lembaga yang memilih jalan aman di tengah tantangan pembangunan yang membutuhkan keberanian.

(Tim Investigasi)