RADARRIAUNET.COM: Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama Kementerian PAN-RB dan BKN sepakat untuk menghapus tenaga honorer, pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan lainnya dari organisasi kepegawaian pemerintah.
Hal itu menjadi kesimpulan rapat kerja (raker) mengenai persiapan pelaksanaan seleksi CPNS periode 2019-2020 di ruang rapat Komisi II DPR RI, Jakarta, sebagaimana dilansir dari laman detik.com, Selasa (21/1).
"Mohon dicermati mudah-mudahan bisa menjadi kesepakatan kita bersama," kata pimpinan raker Komisi II Arif Wibowo.
Raker yang dimulai pada pukul 10.20 WIB ini pun menghasilkan lima kesimpulan yang sudah disepakati. Berikut kesimpulan raker antara Komisi II DPR RI dengan Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana.
1. Terhadap penurunan ambang batas (passing grade) penerimaan CPNS 2019, Komisi II meminta Kementerian PAN-RB menjamin bahwa penurunan passing grade pada tahap seleksi kompetensi dasar (SKD) tidak menyebabkan penurunan kualitas soal, agar penerimaan CPNS 2019 tetap dapat menghasilkan sumber daya ASN yang berintegritas, memiliki nasionalisme dan profesionalisme sesuai dengan kriteria SMART ASN 2024.
2. Komisi II DPR, Kementerian PAN-RB, dan BKN sepakat untuk memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah selain PNS dan PPPK sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dengan demikian ke depannya secara bertahap tidak ada lagi jenis pegawai seperti pegawai tetap, pegawai tidak tetap, tenaga honorer, dan lainnya.
3. Komisi II meminta BKN memastikan ketersediaan server, kesiapan SDM, serta sarana dan prasarana pendukung dalam pelaksanaan seleksi penerimaan CPNS Tahun 2019 di 427 titik lokasi tes SKD.
4. Terhadap lokasi tes SKD yang bekerjasama dengan berbagai instansi, Komisi II meminta BKN meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan server berada di tempat yang aman, kesiapan jaringan internet dan ketersediaan daya listrik, terutama di Jabodetabek yang belum lama ini terkena bencana banjir.
5. Komisi II mendukung Kementerian PAN-RB dalam melakukan berbagai tahap penyederhanaan birokrasi dengan memperhatikan besaran tunjangan kinerja, tunjangan pensiun, dan tunjangan lainnya dengan tidak mengurangi penghasilan ASN.
Lantas, bagaimana skema penghapusan tenaga honorer ini? Plt Kepala Biro Humas BKN Paryono menjelaskan, BKN tak mendata jumlah pegawai honorer. Dia bilang, BKN hanya mendata jumlah PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ke depannya. Namun demikian, dia menuturkan, pemerintah sebenarnya telah melarang pengangkatan honorer.
"Tahun 2005 pemerintah pernah mengeluarkan PP No 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, dengan PP tersebut pejabat pembina kepegawaian dilarang mengangkat tenaga honorer. Sehingga saat ini tidak ada yang mendata karena sebenarnya sudah dilarang untuk diangkat," paparnya, Selasa (21/1).
Menurutnya, jika masih ada honorer kemungkinannya ialah mengikuti seleksi CPNS dan PPPK jika syaratnya memenuhi. Meski begitu, selama ini honorer dihadapkan pada masalah usia. Lantaran, ada dari mereka yang mengabdikan diri puluhan tahun. Terkait hal itu, Paryono belum bisa memberikan keterangan lantaran belum ada kebijakan khusus.
"Iya, memang belum ada bentuk kebijakan pemerintah untuk honorer ini karena dari awal pemerintah sudah mengingatkan untuk tidak mengangkat tenaga honorer," terangnya.
Kebiasaan kepala daerah
Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo memastikan takkan lagi ada perekrutan tenaga honorer pada tahun ini. Ia meyakini praktik ini tak diterapkan lagi terjadi karena proses seleksi tenaga honorer harus melalui persetujuan sejumlah pihak.
"Harusnya tidak [ada perekrutan tenaga honorer lagi] lah, karena harus teranggarkan. Misalnya saya menteri mau merekrut--paling lama lima tahun masa jabatan saya. Saya harus menyisihkan pos anggaran untuk itu, untuk tenaga yang dibutuhkan--ahli IT atau apa," tutur Tjahjo ditemui usai menggelar rapat dengan Komite I DPD RI, di Kawasan Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/1).
Pada saat rapat Tjahjo sempat menyinggung soal kebiasaan beberapa kepala daerah yang acap kali membawa rombongannya untuk dijadikan tenaga honorer. Tindakan tersebut membikin jumlah tenaga honorer membengkak. Tjahjo tak merinci jumlahnya.
"Bicara tenaga honorer, ini kita tidak bisa salahkan siapa-siapa. Jujur, kalau kita ikuti awal-awal dulu yang pensiun 10, yang meninggal 10, pasti memasukkan pegawainya ada yang 50 ada yang 100. Itu jelas. Makanya membengkak seperti ini," tutur Tjahjo di hadapan anggota Komite I DPD RI.
"Yang kedua, setiap kepala daerah hasil Pilkada Serentak pasti membawa gerbong. Kadang-kadang tidak pas ditaruh di mana. Kemarin kami mendatangi Pak Mendikbud itu banyak tenaga guru yang diambil oleh kepala daerah untuk menjadi pejabat struktural. Kan tidak pas juga," ia membeberkan.
Alhasil tenaga honorer yang diangkat itu tak sesuai kebutuhan organisasi dan justru menjadi beban. Karena itu perbaikan komposisi hingga pelarangan perekrutan pun dilakukan.
Pelarangan perekrutan tenaga honorer di lingkungan pemerintahan seluruh Indonesia menurut Plt Kepala Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018. Pasal 96 yang terdiri atas tiga ayat dilarang bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.
Ayat dua dituliskan larangan itu berlaku pula bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintahan yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK. Jika ada pelanggaran, pada ayat ketiga dijelaskan sanksi akan diberikan kepada PPK atau pejabat tersebut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu Deputi SDM Aparatur Kemenpan-RB Setiawan Wangsaatmaja menuturkan tenaga honorer yang tersisa kini tengah dalam proses perampungan untuk diangkat, baik melalui jalur seleksi CPNS ataupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Seperti diketahui, sesuai Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, di pemerintahan memang tak ada istilah tenaga honorer. Hanya ada pegawai negeri sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Karena UU ASN tidak lagi ada istilah pengangkatan otomatis dan, dilakukanlah seleksi formasi khusus untuk eks tenaga honorer, ini yang masih memenuhi syarat untuk seleksi CPNS, dipersilakan. Tapi tetap seleksi. Dan yang lulus kurang lebih 8.000," terang Setiawan.
"Dan yang tidak memenuhi syarat usia CPNS, silakan mengikuti seleksi PPPK. Dan dengan cara seperti ini, ASN yang masuk melalui mana pun juga pastinya akan lebih selektif. Yang lulus P3K ini kurang lebih ada 51 ribu dan mayoritas dari guru," lanjut dia lagi.
RR/dtc/cnni/zet