RADARRIAUNET.COM: Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi kinerja Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan terkait lolosnya buronan kasus korupsi Bank Bali, Djoko Tjandra.
Mengutip CNNIndonesia, peneliti ICW, Wana Alamsyah mengatakan BIN tak mampu melacak keberadaan Djoko Tjandra yang berhasil masuk dan keluar lagi dari Indonesia dengan bebas.
"Mulai dari masuk ke yurisdiksi Indonesia, mendapatkan paspor, membuat KTP elektronik hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membuktikan bahwa instrumen intelijen tidak bekerja secara optimal," kata Wana dalam keterangan tertulis, Selasa (28/7).
Wana menilai kinerja BIN di bawah kepemimpinan Budi Gunawan berbanding terbalik dengan periode sebelumnya.
Saat itu, kata Wana, intel negara itu berhasil memulangkan dua buron kasus korupsi, yakni mantan Bupati Temanggung, Totok Ari Prabowo, yang ditangkap di Kamboja pada 2015 dan Samadikun Hartono di Cina pada 2016.
Berdasarkan catatan ICW sepanjang 1996 hingga 2020 terhitung ada 40 koruptor yang masih buron. Lokasi yang teridentifikasi menjadi tempat persembunyian di antaranya Papua Nugini, Cina, Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat dan Australia.
"Namun berbeda dengan kondisi saat ini, praktis di bawah kepemimpinan Budi Gunawan, tidak satu pun buronan korupsi mampu dideteksi oleh BIN," ujarnya.
Menurut Wana, mendeteksi keberadaan buronan kasus korupsi dan menginformasikan kepada penegak hukum merupakan satu dari rangkaian tugas lembaga intelejen.
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, kata Wana, bentuk ancaman yang menjadi tanggung jawab BIN satu di antaranya adalah ekonomi nasional.
Selain itu, Pasal 2 huruf d jo Pasal 10 ayat (1) UU 17/2011 juga menjelaskan perihal koordinasi dan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri.
"Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa pencarian serta sirkulasi informasi dari BIN belum menunjukkan hasil yang maksimal," katanya.
Wana lantas menyinggung besaran anggaran yang diterima BIN tidak sebanding dengan kerja yang ditunjukkan sejauh ini.
Merujuk pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petikan Tahun Anggaran 2020, BIN mendapat kucuran alokasi anggaran sebesar Rp7,4 Triliun. Dari jumlah itu, Rp2 Triliun digunakan untuk operasi intelijen luar negeri.
Selain itu, terdapat alokasi anggaran sebesar Rp1,9 triliun untuk modernisasi peralatan teknologi intelijen.
"Besarnya anggaran yang diterima dengan masih banyaknya jumlah buronan yang berkeliaran tidak linear dengan kinerja BIN," ujarnya.
Sebelumnya, buronan kasus korupsi Bank Bali Djoko Tjandra teridentifikasi berada di Jakarta pada 8 Juni lalu. Saat itu, Djoko Tjandra sempat membuat e-KTP dan mendaftarkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) kasus yang menjeratnya.
Namun, Djoko Tjandra berhasil keluar lagi dari Indonesia. Ia disebut tengah berada di Kuala Lumpur, Malaysia untuk berobat. Keberhasilan Djoko Tjandra masuk dan keluar Indonesia diduga karena bantuan sejumlah pihak di beberapa institusi negara.
Salah satu pihak yang diduga membantu Djoko Tjandra adalah Brigjen Prasetijo Utomo. Saat ini Prasetijo telah ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri karena diduga membuat surat jalan untuk Djoko Tjandra.
RRN