RADARRIAUNET.COM: Ancaman bencana kabut asap di wilayah Provinsi Riau tahun 2020 ini, tampaknya sudah di depan mata. Kondisi ini terkait dengan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menyebutkan, Riau salah satu daerah yang bakal mengalami kemarau tahun
Indikasi itu makin menguat, sebab pada Senin (6/1), dari citra satelit terra dan aqua, telah terpantau lima belas titik panas atau hotspot di Provinsi Riau. Hotspot yang terpantau tersebar di lima kabupaten dan satu kota di Bumi Lancang Kuning.
Kepala BMKG Stasiun Pekanbaru, Sukisno mengatakan, hotspot yang terpantau pukul 06.00 WIB hari Senin tercatat 18 hotspot di Pulau Sumatera dan terbanyak di Provinsi Riau yakni mencapai 15 hotspot.
"Hotspot muncul juga dua titik di Provinsi Sumatera Selatan dan satu titik di Bengkulu," kata Sukisno kepada sebagaimana dilansir dari GoRiau.com.
Dikatakan Sukisno, hotspot muncul di Kabupaten Bengkalis, Kota Dumai, dan Indragiri Hilir masing-masing 3 hotspot. Juga di Kabupaten Pelalawan, Kepulauan Meranti, dan Siak masing-masing 2 hotspot.
Dari 15 titik panas itu, lima diantaranya dipastikan sebagai titik api atau indikasi kuat berasal dari kebakaran lahan dengan tingkat kepercayaan di atas 70 persen. Titik api menyebar di Dumai dan Indragiri Hilir masing-masing dua titik api dan satu lainnya di Bengkalis.
"Sedangkan potensi terjadinya titik api di Kecamatan Bengkalis (Kabupaten Bengkalis) 1 titik, Kecamatan Gaung Anak Serka (Kabupaten Indragiri Hilir) 2 titik, dan di Kecamatan Dumai Barat (Kota Dumai) 2 titik," ungkapnya.
Cuaca hari ini, sambung Sukisno dari pagi hingga malam cerah berawan. Ia juga mengajak seluruh masyarakat tidak membuka lahan dengan cara dibakar. Bagaimana pun juga, satelit milik Pemerintah Indonesia bisa memantau hotspot yang ada di Riau.
"Mari kita sama-sama membuat Riau tanpa asap di tahun 2020," jelasnya.
Ancaman Karhutla Riau
Sehubungan dengan itu BMKG Stasiun Pekanbaru mengimbau kepada masyarakat agar tidak melakukan aktivitas pembakaran menyusul meningkatnya potensi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.
Analis BMKG Stasiun Pekanbaru Yasir Prayuna dikutip Antara di Pekanbaru, Senin, mengatakan saat ini sebagian wilayah Riau tengah memasuki peralihan musim dari hujan ke kemarau fase pertama 2020.
"Aktivitas pembakaran (harus) dihindari karena bisa memicu lagi kebakaran hutan di wilayah Riau," kata Yasir.
Dia mengatakan saat ini sebagian wilayah Riau, terutama bagian utara telah memasuki musim kemarau. Sejak awal Januari ini, sejumlah kabupaten kota seperti Bengkalis, Dumai, Rokan Hilir, hingga Indragiri Hilir terpantau titik-titik panas yang mengindikasikan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Riau, kata Yasir akan sepenuhnya memasuki musim kemarau pada pertengahan Januari dan berlangsung hingga Februari 2020 mendatang.
"Dari BMKG sendiri (menyatakan) waspada karena dalam beberapa pekan ke depan akan segera memasuki musim kemarau. Walaupun kemarau periode pertama ini tidak terlalu panjang tapi harus waspada karena Riau cukup rentan potensi meluasnya kebakaran itu," ujarnya.
Butuh 15.000 Personil
Sementara itu, Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi memaparkan penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) sampai tahun lalu masih terkendala kurangnya jumlah personil. Menurutnya, jika ingin penanganan Karhutla maksimal, dengan luas lahan gambut di Riau, setidaknya dibutuhkan 15.000 orang.
"Kalau ingin ideal dengan luas lahan yang ada di Riau, untuk persiapan dan penanganan Karhutla, kita memerlukan setidaknya 15.000 orang. Jumlah itu harus sudah siaga dilapangan," paparnya dalam agenda rapat antisipasi Karhutla di Riau, Senin, (6/1/2020).
Ia menjelaskan, saat ini sudah ada beberapa daerah di Riau yang mengalami kebakaran lahan, diantaranya Kabupaten Siak, Dumai dan Bengkalis. Ia mencontohkan, kurangnya personel dalam upaya pemadaman kebakaran terjadi di Siak.
"2020 kita ingin tidak ada api, tetapi faktanya sudah ada. Di Siak terjadi kebakaran, yang datang hanya 11 personil, itu sangat kurang," paparnya.
Selain itu, Agung mengakui bahwa perusahaan-perusahaan telah menunjukkan rasa pedulinya dengan Karhutla, dengan menyediakan petugas-petugas untuk antisipasi Karhutla. Namun, faktanya tetap belum mencukupi jumlah 15.000 orang tersebut.
Sementara itu, ia juga memaparkan bahwa persoalan Karhutla menjadi lebih rumit karena banyaknya persoalan lahan.
"Informasi dari Pak Gubernur beberapa waktu lalu ada 2,4 juta lahan sawit, 1,2 juta belum bayar PBB. Kita harus introspeksi ini dan jangan ditutupi, selesaikan satu- satu," ujarnya.
Selanjutnya, Agung juga membahas tentang sengketa lahan di Riau yang menyebabkan banyak permasalahan lainnya.
"Ada juga permasalahan sengketa lahan yang dimana terjadi premanisme, pendudukan lahan, unjuk rasa, dan anarkisme. Tahun 2019 ada 143 kasus sengketa lahan, dan pencurian Tandan Buah Segar (TBS) dengan 188 kasus," terangnya.
"Kita harus objektif, kalau kita ingin keluar dari masalah (Karhutla) ini. Kita harus bekerja bersama-sama," pungkasnya.
Disebutkan, Karhutla di Riau pada tahun 2020 diperkirakan akan semakin meningkat. Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kemarau panjang bersifat kering terjadi selama tujuh bulan di tahun ini.
Sebagai langkah antisipasi, Polda Riau sudah menyiapkan aplikasi Dashboard Lancang Kuning agar titik api bisa diantisipasi cepat. Aplikasi ini menggabungkan sistem, sumber daya manusia, dan teknologi.
"Harapan kita tidak ada asap, tidak ada titik api tahun 2020," kata Kapolda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi di Pekanbaru.
Agung menjelaskan, aplikasi dibuat untuk mendeteksi titik panas sebagai indikasi kebakaran lahan. Personel lalu dikerahkan secepat mungkin ke areal titik panas sehingga tidak meluas menjadi kebakaran lahan.
Selain aplikasi Lancang Kuning, Agung menyebut bakal memobilisasi relawan karhutla di setiap desa di Riau. Relawan ini bakal membantu polisi dan TNI serta pemerintah menekan titik api.
"Agar tidak kekurangan tenaga pemadam di lapangan jika terjadi kebakaran lahan sehingga api padam," tegas pria berbintang dua di pundaknya ini.
Selain itu, Agung juga menyebut bakal mengintensifkan kegiatan penyuluhan dan mitigasi kebakaran lahan hingga pelosok daerah. Pembuatan embung sebagai cadangan air saat musim kemarau tiba terus dilakukan.
Begitu juga halnya dengan pembuatan sekat kanal di lahan gambut untuk menjaga kadar air. Jika musim panas tiba, cadangan air selalu ada dan gambut tetap basah sehingga tidak memicu kebakaran lahan.
"Sosialisasi dan focus group discussion tentang bahaya kebakaran lahan diintensifkan, begitu juga dengan penyebaran spanduk serta penyebaran maklumat," sebut Agung.
11 perusahaan berkomitmen
Pada bagian lain diungkapkan, kini sebelas perusahaan-perusahaan besar yang berada di Provinsi Riau menandatangi kesepakatan untuk upaya pencegahan dan penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Riau. Kesepakatan ini ditandatangani bersama Pemprov Riau, dalam agenda rapat antisipasi Karhutla di Riau, Senin, (6/1/2020).
Kesebelas perusahaan tersebut diantaranya PT Sampoerna Agro Tbk, APRIL, APP Sinarmas, Astra Group, Gandaerah Group, Asian Agri Group, dan Minamas Group. Kemudian Sinarmas Group, First Resources Group, Panca Eka Group dan Duta Palma.
Adapun kesepakatan yang ditandatangan tersebut terdiri dari 6 poin, diantaranya tidak akan melakukan pembakaran lahan dalam pembersihan areal, menyediakan dan melengkapi personil regu padam kebakaran beserta sarana dan prasarana pengendalian kebakaran sesuai standar teknis yang ada.
Selanjutnya, melakukan pengendalian kebakaran lahan baik yang terjadi pada areal perusahaan maupun area sekitar perusahaan dalam radius 5 Km, dan bersedia membantu upaya pemadaman Karhutla di seluruh daerah Riau.
Poin keempat, bekerjasama dengan Pemprov Riau dan pemko/pemkab seRiau di wilayah masing-masing perusahaan dalam upaya pengendalian lahan. Lalu, membantu pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan, khususnya dalam pengendalian kebakaran lahan.
Terakhir, bersedia diproses secara hukum jika patut di duga melakukan pembakaran lahan sesuai ketentuan perundangan-undangam yang berlaku.
RR/rtc/grc/ant/zet