Polda Riau Bantah Penetapan Tersangka Wakil Bupati Bengkalis

Administrator - Kamis, 13 Juni 2019 - 23:59:00 wib
Polda Riau Bantah Penetapan Tersangka Wakil Bupati Bengkalis
Wabup Bengkalis Muhammad Berpotensi Jadi Tersangka Korupsi. Foto: RKC

RADARRIAUNET.COM: Kepolisian Daerah Riau membantah penetapan tersangka Wakil Bupati Bengkalis Muhammad dalam perkara dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PDAM yang bersumber dari APBD Provinsi Riau.

Melansir laman antaranews.com, Kepala Bidang Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto di Pekanbaru, Kamis 13 Juni 2019, mengatakan bahwa penyidik baru melakukan gelar perkara internal yang digelar di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri hari ini.

Namun, dalam gelar perkara tersebut tidak menyebutkan status Muhammad sebagai tersangka. Dia mengatakan bahwa keputusan gelar perkara adalah untuk kembali melakukan pendalaman dalam dugaan kasus korupsi tersebut.

"Benar, baru selesai gelar perkara di Direktorat Tipikor Mabes. Hasil (gelar perkara), masih perlu pendalaman lagi," katanya.

Setelah Bupati Bengkalis Amril Mukminin menyandang status tersangka oleh KPK belum lama ini dalam kasus suap proyek di Bengkalis, kali ini Muhammad sebagai Wakil Bupati Bengkalis, disebut di sejumlah media lokal telah menyandang status yang sama.

Untuk kasus ini, Muhammad diduga terlibat korupsi kegiatan proyek pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PE 100 DN 500 mm di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Proyek tersebut diketahui menggunakan dana APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2013. Kasus itu ditangani oleh Ditreskrimsus Polda Riau.

Dalam kasus ini, Muhammad diketahui merupakan calon pesakitan keempat. Adapun tiga pesakitan lainnya adalah, Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sabar Stevanus P Simalonga, Direktur PT Panatori Raja selaku pihak rekanan dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas. Saat ini, perkara ketiganya telah bergulir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

Muhammad dikabarkan oleh sejumlah media lokal terbitan Pekanbaru telah menyandang status tersangka dan hal itu berdasarkan Nota Dinas Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Ditpidkor) pada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri yang beredar.

Nota dinas itu ditujukan kepada sejumlah pihak di internal Ditpidkor Mabes Polri berdasarkan rujukan surat Kapolda Riau Nomor: B/639/VI/RES.3.3.5/2019/Reskrimsus tertanggal 11 Juni 2019
perihal Permohonan Gelar Perkara.

Berdasarkan surat rujukan tersebut, maka pihak-pihak yang menerima nota dinas tersebut diminta hadir mengikuti gelar perkara pada kasus tersebut atas nama tersangka Muhammad selaku Kuasa Pengguna Anggaran.

Gelar perkara itu dilakukan di salah satu ruangan di Ditpidkor Bareskrim Mabes Polri pada Kamis (13/6/2019) sekitar pukul 13.00 WIB. Dalam gelar perkara itu, pihak Bareskrim mendengarkan paparan dari penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau selaku pihak yang menangani perkara tersebut.

Sunarto tidak menampik adanya proses gelar perkara tersebut. Dari gelar perkara itu telah menghasilkan suatu keputusan, namun tidak terkait penetapan Muhammad sebagai tersangka.

Terpisah, Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, juga membenarkan adanya proses gelar perkara itu. Dia juga memastikan bahwa Muhammad belum ditetapkan sebagai tersangka.

"Itu (Muhammad sebagai tersangka) belum pasti," kata Gidion melalui sambungan telepon.

Menurut dia, gelar perkara itu merupakan gelar perkara internal, dan masih ada gelar perkara berikutnya. "Gelarnya itu kan masih gelar internal Ditpidkor. Masih ada gelar lagi dengan Karo
Wasidik," tuturnya.

"(Memang) persyaratan normatifnya gitu," ujarnya.

Untuk diketahui, Muhammad pernah dihadirkan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, akhir Maret 2019 lalu. Saat itu, dia dihadirkan sebagai saksi untuk tiga terdakwa. Meski sebelumnya dia sempat dua kali mangkir.

Sementara itu, kasus dugaan korupsi tersebut berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.

Dalam laporan LSM tersebut, Muhammad ketika menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran pada proyek pipa tersebut. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.

Pada kontrak rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.

Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan penggalian tanah sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Kemudian pada item pekerjaan timbunan bekas galian, dipastikan fiktif. Karena pengerjaan penggalian tanah dan maupun penimbunan tidak pernah ada.

Sedangkan untuk pekerjaan proyek itu sendiri dimulai sejak 20 Juni 2013 sampai 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan masih belum selesai. Semestinya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda atas keterlambatan pengerjaan pada proyek tersebut, serta pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.

Namun menariknya dalam kasus ini, pihak Dinas PU Provinsi Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan serta tidak menghiraukan jaminan pelaksanaan. Bahkan, Dinas PU Riau diduga telah merekayasa serah terima pertama pada pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-
I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.

Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan penggalian pada bagian tanah terhadap proyek tersebut. Namun pekerjaan tetap dibayar, sekurangnya negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800. Tim