Jakarta (RRN) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum berencana memeriksa mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Agam, Sumatera Barat.
"Belum tahu apakah penyidik ada rencana untuk memeriksa Pak Gamawan," ujar Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/3).
Priharsa menuturkan, KPK belum bisa mengaitkan apakah Gamawan selaku mantan Gubernur Sumbar dan pemegang kuasa anggaran kala itu terlibat dalam proyek tersebut. Pasalnya, KPK baru saja memeriksa 42 saksi terkait dengan perkara tersebut.
KPK Cegah Tersangka Proyek Pembangunan Kampus IPDN Sumbar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pencekalan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Dudy Jocom selaku tersangka proyek pembangunan Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Agam, Sumatera Barat.
"Benar sudah dicekal tertanggal 10 Maret. KPK sudah kirimkan surat ke Direktorat Jenderal Imigrasi," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Kamis (24/3) kemarin.
Yuyuk mengatakan, berdasarkan surat balasan dari Ditjen Imigrasi, Dudy dicekal pergi ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak tanggal 10 Maret lalu.
Lebih lanjut, Yayuk menjelaskan, pencekalan dilakukan atas dasar subjektifitas penyidik KPK. Pasalnya, Dudy dikhawatirkan pergi ke luar negeri saat hendak diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi.
"Kalau sewaktu-waktu dibutuhkan keterangannya, dia tidak berada di luar negeri," ujarnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Dudy bersama Budi Rachmat Kurniawan selaku General Manajer PT Hutama Karya sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi tersebut.
KPK menduga Dudy menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya dirinya sendiri atau orang lain. Sehingga diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp34 miliar dari total proyek Rp125 miliar.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Seluruh saksi yang diperiksa, kata Priharsa, merupakan pihak-pihak yang terkait dengan proyek tersebut, di antaranya sebagai vendor dan kontraktor.
"Berkaitan dugaan TPK pengadaan pembangunan kampus IPDN, sejak 17 maret 2016 sampai kemarin, penyidik KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap 42 orang saksi yang pemeriksaannya dilakukan di gedung IPDN, Agam, Sumbar," ujar Priharsa dalam keterangan pers di Gedung KPK, kemarin.
Priharsa menjelaskan, alasan penyidik KPK melakukan pemeriksaan di sana adalah demi efektifitas dan efisiensi. Pasalnya, ia menuturkan, seluruh saksi yang diperiksa tinggal di Sumbar.
"Pemeriksaan di sana lebih karena hal teknis. Karena semua saksi tinggal di sana dan jumlahnya cukup banyak. Kalau dipanggil ke Jakarta kurang efisien," ujarnya.
Sementara itu, Priharsa juga menyatakan KPK akan melakukan penyelidikan terhadap beberapa proyek pembangunan kampus yang diketahui menggunakan anggaran negara.
"Tergantung informasi yang berhasil dihimpun penyidik dan sampai hari ini penyidik baru menghimpun info tentang pembangunan kampus IPDN di Agam," ujarnya.
KPK Periksa Eks Bos Hutama Karya Soal Kasus IPDN
Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan bekas General Manajer Divisi Gedung PT. Hutama Karya Koentjoro dalam kasus pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri Kabupaten Agam, Sumatera Barat, tahun anggaran 2011.
Koentjoro dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Dudy Jocom, Kamis (10/3). "KPK meminta keterangan Koentjoro untuk penyidikan DJ (Dudy Jocom)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha.
Dudy merupakan Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tahun 2011.
Selain Koentjoro, KPK juga akan memeriksa enam pegawai Hutama Karya yang menjabat di Divisi Gedung ketika itu. Mereka adalah Kepala Proyek Aji Sentosa, SOM Yusuf Sitorus, SAM Dedy Susetyo, Kepala Proyek Nur Wahid, serta Deputi Project Manager Remon Debal, serta staf akuntansi dan keuangan Andri Budi Setyawan.
Dalam kasus ini, komisi antirasuah juga menetapkan seorang tersangka lainnya, yakni General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan.
Kedua tersangka tersebut diduga menyalahgunakan wewenang dalam pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung IPDN.
Berdasarkan perhitungan sementara, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp34 miliar dari nilai proyek sebesar Rp125 miliar itu.
Mereka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, KPK menetapkan Dudy bersama Budi Rachmat Kurniawan selaku General Manajer PT Hutama Karya sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi tersebut.
KPK menduga Dudy menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya dirinya sendiri atau orang lain. Sehingga kemungkinan negara mengalami kerugian sebesar Rp34 miliar dari total proyek Rp125 miliar.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Yul Cnn/ RRN