Jakarta (RRN) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tergabung dalam Kaukus Pancasila mendatangi Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (8/3). Mereka meminta Polri melindungi kaum minoritas dari diskriminasi masyarakat.
"Intinya kami tidak ingin lagi ada orang menghancurkan Gereja, mengusirkan WNI dari kampung halaman sendiri, kami tidak ingin ada pengungsi Syiah, Ahmadiyah, dan beberapa korban Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) yang tidak ditangani negara," kata Maman Imanulhaq selaku perwakilan Kaukus.
Maman mengatakan pihaknya memberikan masukan kepada setiap pemangku kebijakan agar tidak ada kelompok-kelompok yang menentang Pancasila. Kaukus juga telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo, Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti.
"Itu dari hasil FGD (diskusi kelompok forum) yang kami lakukan dari tanggal 15 Februari, masukan dari korban intoleransi, korban diskriminasi atas nama agama. FGD juga memberikan masukan dari kelompok-kelompok peneliti atas kekerasan agama dan konflik," kata Maman.
Maman mengatakan Badrodin menanggapi baik kedatangannya dengan mengadakan diskusi selama satu jam. Dalam pertemuan itu, kata dia, Badrodin menerima masukan dengan catatan-catatan.
Pertama, kata Maman, Badrodin meminta revisi Undang-Undang terkait kepala daerah yang memanfaatkan konflik keagamaan. Selain itu, ada pula revisi Undang-Undang terorisme untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok radikal.
"Yang ketiga menarik, Kapolri mengakui ada keterbatasan anggotanya tentang konflik berbasis agama, mana yang dibela dan tidak," kata Maman.
Orang nomor satu di Kepolisian itu ketika dikonfirmasi membenarkan hal tersebut.
"Penjelasan saya adalah ada anggota yang paham dan tegas dalam menghadapi konflik seperti itu, ada juga yang tidak. Ada juga yang argumentasi soal agama, ya kalah dengan ahli agama," kata Badrodin.
Dia menyebut ceramah agama terkadang berisi muatan kebencian. Hal tersebut, kata Badrodin, tidak bisa diselesaikan dengan argumentasi agama. Seharusnya penyelesaiannya melalui jalur argumentasi hukum.
"Solusi dari saya, masyarakat kita harus diedukasi, karena akar masalahnya itu. Mereka harus paham bahwa hidup bernegara ada konstitusi yang harus dijunjung tinggi," kata Badrodin.
Dia juga membenarkan perlu ada revisi peraturan-peraturan untuk dapat menjalankan rekomendasi Kaukus. Misalnya, perbaikan pada Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang mengatur setiap kandidat agar menjalankan janjinya saat kampanye.
"Saat kampanye biasanya yang didekati kan kelompok mayoritas, tapi kan ada janji menyangkut masalah diskriminasi. Setelah pilkada jadi masalah. Itu apa sanksinya?" ujarnya.
Kemudian kepala daerah yang mengusir warganya juga, kata Badrodin, perlu diberikan sanksi karena melanggar konstitusi. "Kalau presiden langgar konstitusi kan impeachment, kalau bupati langgar konstitusi lalu apa sanksinya? Tidak ada," kata dia.
CNN/ RRN/ Alx