Skandal OPV-Fregat Libatkan Jimmy Wijaya adalah Ujian Kredibilitas Geopolitik dan Akuntabilitas KPK

Administrator - Kamis, 25 September 2025 - 13:09:33 wib
Skandal OPV-Fregat Libatkan Jimmy Wijaya adalah Ujian Kredibilitas Geopolitik dan Akuntabilitas KPK

Radarriaunet | Jakarta — Skandal dugaan korupsi dan brokerasi dalam Proyek Offshore Patrol Vessel (OPV) dan Tender Fregat TNI Angkatan Laut tidak hanya menimbulkan kerugian domestik, tetapi juga berpotensi merusak kredibilitas Indonesia di kancah geopolitik regional. Desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan audit forensik dan mengusut tuntas broker Jimmy Wijaya adalah tuntutan untuk melindungi anggaran pertahanan yang kini menjadi salah satu yang terbesar di Asia Tenggara.

Pengamat kebijakan pertahanan dari Siasat Strategis Center (SSC), Paijo Parikesit, menegaskan bahwa kasus ini adalah alarm keras bagi tata kelola pertahanan, di mana korupsi bisa menjadi hambatan terbesar Indonesia dalam mempertahankan kepentingan maritimnya di kawasan sengketa.

I. Ancaman Kredibilitas Regional: Mempertanyakan Kekuatan Maritim

Pada saat kawasan Indo-Pasifik memanas dan kebutuhan modernisasi TNI AL sangat mendesak, keterlambatan dan potensi korupsi pada proyek OPV (senilai Rp 2,16 triliun) mengirimkan sinyal negatif ke komunitas internasional.

"Indonesia sedang berjuang menegaskan kehadirannya sebagai poros maritim dunia. Namun, kasus OPV-Fregat, dengan keterlibatan konsisten broker non-teknis seperti Jimmy Wijaya, menunjukkan bahwa kemampuan tempur kita mungkin dikompromikan oleh kepentingan bancakan domestik," ujar Paijo Parikesit.

Dampak Geopolitik Keterlambatan:

  • Kelemahan Daya Gentar (Deterrence): Keterlambatan operasional kapal OPV dan Fregat yang baru berarti penundaan penambahan kekuatan bagi TNI AL. Ini secara langsung mengurangi kemampuan daya gentar Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang rentan.
  • Kerentanan Anggaran Pertahanan: Jika anggaran triliunan rupiah rawan dijarah broker dan mark-up, maka peningkatan anggaran pertahanan ke depan akan sia-sia, hanya menjadi dana yang diperebutkan para rent-seeker.

II. Bancakan Termin: Target Audit Forensik yang Wajib

Fokus tajam SSC adalah pada dugaan bancakan pembayaran termin pada Proyek OPV 2023-2024. Proyek yang seharusnya strategis itu dilaporkan mengalami kemacetan progres hingga 35% pada Maret 2023, padahal kontrak sudah berjalan sejak 2020.

KPK Didesak Menggunakan Akuntabilitas Total:

Audit forensik terhadap semua pembayaran OPV harus menjadi langkah prioritas KPK. Tujuannya adalah memastikan bahwa pencairan dana termin (bernilai miliaran) sepenuhnya matched (sesuai) dengan bobot progres fisik proyek di galangan kapal.

"Kami tidak hanya bicara mark-up konservatif Rp 216 miliar. Kami bicara potensi kerugian yang jauh lebih besar jika ternyata pembayaran termin dicairkan secara curang tanpa ada progres fisik yang setimpal. Mengusut Jimmy Wijaya adalah langkah untuk membuktikan adanya 'arsitek' di balik penyalahgunaan dana ini," tegas Paijo.


III. Desakan Menutup Celah 'Rahasia Pertahanan'

Desakan kepada KPK untuk mengusut tuntas Jimmy Wijaya juga merupakan perjuangan melawan budaya impunitas yang berlindung di balik dalih 'rahasia pertahanan'. Sektor Alutsista seringkali menjadi wilayah yang minim pengawasan karena isu kerahasiaan.

Langkah Kunci untuk Akuntabilitas Kelembagaan:

  1. Investigasi Fee Broker Lintas Proyek: KPK harus melakukan investigasi menyeluruh terhadap Jimmy Wijaya, tidak hanya di OPV dan Fregat, tetapi di seluruh proyek Alutsista yang melibatkan namanya, untuk memetakan jaringan korupsi secara holistik.
  2. Transparansi Maksimal: KPK harus mendesak Kementerian Pertahanan untuk membuka kontrak pengadaan yang tidak berkaitan langsung dengan spesifikasi teknis rahasia (seperti detail pembayaran, jadwal progres, dan pihak ketiga yang terlibat) demi menciptakan akuntabilitas publik.
  3. Hukuman Kelembagaan: Selain penindakan pidana, KPK harus mengeluarkan rekomendasi untuk mereformasi regulasi pengadaan Kemenhan, dengan tujuan tunggal: menghilangkan semua celah bagi broker non-teknis untuk beroperasi.

"KPK harus bertindak cepat dan tegas. Jika KPK membiarkan skandal ini mereda, pesan yang tersampaikan adalah bahwa korupsi di sektor pertahanan adalah urusan yang boleh diabaikan. Ini adalah pengkhianatan ganda: terhadap keuangan negara dan terhadap keamanan bangsa," pungkas Paijo Parikesit.

(Red)