Radarriaunet | Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, terlibat dalam perseteruan argumen hukum terkait tindak lanjut dugaan penggelembungan anggaran (mark up) pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). Meskipun Mahfud MD mengkritik permintaan pelaporan, KPK tetap menegaskan kesediaan mereka untuk menerima data tambahan dari pihak Mahfud.
KPK: Terbuka untuk Data Pengayaan, Dorong Pelaporan
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Senin (20/10), kembali menggarisbawahi sikap KPK. Ia menyampaikan apresiasi atas informasi awal yang disampaikan Mahfud, namun tetap mendorong laporan formal.
"Jika memang Prof. Mahfud ada data yang nanti bisa menjadi pengayaan bagi KPK, maka kami akan sangat terbuka untuk kemudian mempelajari dan menganalisisnya," ujar Budi.
Budi juga membantah anggapan bahwa KPK hanya menunggu laporan. Ia menegaskan KPK akan bertindak proaktif dalam menindaklanjuti informasi dengan melakukan proses Pulbaket (Pengumpulan Bahan Keterangan) untuk melengkapi informasi yang sudah menjadi konsumsi publik. Pendekatan ini, sebut Budi, termasuk dalam mekanisme 'case building' yang dilakukan KPK.
Mark Up Tiga Kali Lipat Jadi Sorotan Utama
Dugaan korupsi yang dipermasalahkan oleh Mahfud MD berfokus pada selisih biaya proyek yang dinilai tidak wajar. Dalam kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober 2025, Mahfud MD Official, ia membeberkan perhitungan yang menunjukkan adanya mark up fantastis.
Mahfud menyebut, biaya pembangunan per satu kilometer kereta Whoosh di Indonesia mencapai $52 juta AS, padahal hitungan di China, negara mitra proyek tersebut, hanya sekitar $17-$18 juta AS. Angka ini menunjukkan adanya dugaan penggelembungan biaya hingga tiga kali lipat. "Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat... Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini," tegas Mahfud.
Kritik Keras Mahfud MD: APH Wajib Selidiki Tanpa Laporan
Mahfud MD, melalui akun media sosial X pribadinya (@mohmahfudmd) pada Sabtu (18/10/2025), merespons imbauan KPK tersebut dengan nada kritis, menyebut permintaan tersebut "agak aneh".
Menurut Mahfud, dalam konteks hukum pidana, jika suatu peristiwa pidana sudah terindikasi dan menjadi pengetahuan publik (seperti dugaan mark up Whoosh), aparat penegak hukum (APH) wajib langsung melakukan penyelidikan, bukan meminta laporan dari pihak yang menginformasikan. Mahfud berargumen, laporan hanya diperlukan untuk kasus yang belum diketahui APH, seperti penemuan mayat di lokasi tersembunyi.
Lebih lanjut, Mahfud juga mengklarifikasi bahwa sumber awal yang menyiarkan dugaan mark up ini bukanlah dirinya, melainkan tayangan di NusantaraTV dalam program 'Prime Dialog' edisi 13 Oktober 2025, yang menghadirkan narasumber Agus Pambagyo dan Antony Budiawan. Ia mempersilakan KPK untuk memanggil dirinya guna menunjukkan sumber informasi tersebut.
Situasi ini menempatkan KPK dalam posisi dilematis untuk segera menunjukkan langkah konkrit menanggapi dugaan korupsi skala besar yang telah menjadi isu nasional.
[]