DPR vs. Menkeu: "Perang Kekuasaan" Dibalik Dalih Etika

Administrator - Rabu, 15 Oktober 2025 - 07:48:43 wib
DPR vs. Menkeu:
Ilustrasi

Radarriau.net | Jakarta — Perseteruan antara DPR dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah melampaui batas-batas perbedaan pendapat biasa. Teguran keras yang dilayangkan Ketua Komisi XI, Mukhamad Misbakhun, kini dilihat sebagai perang kekuasaan yang bersembunyi di balik dalih etika. Alih-alih murni soal tata krama politik, konflik ini mencerminkan pertarungan antara DPR yang berupaya mempertahankan otoritasnya atas anggaran dan Menkeu yang mencoba menancapkan disiplin fiskal.

Inti masalahnya terletak pada kontrol atas keuangan negara.

Purbaya, sebagai penjaga kas negara, memiliki pandangan yang ketat soal efisiensi. Sikapnya yang vokal mengkritik pemborosan, termasuk dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), dianggap sebagai ancaman langsung terhadap kewenangan DPR dalam mengelola dan mengalokasikan dana. Teguran agar Purbaya "tidak mengomentari kebijakan kementerian lain" adalah upaya untuk membatasi ruang geraknya dan memastikan ia tetap berada di bawah kendali politik parlemen.

DPR Dituding "Alergi" Kritik dan Transparansi

Analisis tajam dari para pengamat politik menyoroti bahwa DPR kini menunjukkan "alergi" terhadap kritik, terutama yang datang dari luar. Laporan tentang kenaikan dana reses yang signifikan dan dugaan pelaksanaan program MBG yang tidak profesional menjadi amunisi bagi Purbaya untuk menuntut transparansi.

Masyarakat menduga bahwa DPR menjadi panik karena kritik Purbaya mengancam untuk mengungkap kejanggalan dalam penggunaan dana publik. Teguran yang dilayangkan oleh Misbakhun, yang terkesan buru-buru, dilihat sebagai tindakan defensif untuk membungkam Purbaya sebelum ia mengungkap lebih banyak hal.

Lalu, mengapa DPR begitu sensitif?

Program MBG, yang menjadi salah satu prioritas Presiden terpilih, mendapat dukungan penuh dari DPR. Namun, di balik dukungan itu, muncul pertanyaan tentang bagaimana dana tersebut dikelola. Dugaan adanya penggunaan dana yang tidak profesional menciptakan kecurigaan bahwa program ini dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

Purbaya, dengan instingnya sebagai ekonom, melihat potensi kebocoran dan penyalahgunaan. Kritiknya, yang ditujukan untuk memastikan anggaran digunakan secara efisien, justru dibaca oleh DPR sebagai upaya untuk menggagalkan atau merusak program tersebut.

Pada akhirnya, perseteruan ini bukanlah tentang siapa yang benar atau salah, melainkan tentang siapa yang memegang kendali. DPR ingin menunjukkan bahwa merekalah pemegang kunci anggaran, sementara Purbaya berupaya menegaskan bahwa ia tidak akan berkompromi dengan efisiensi dan transparansi demi kepentingan politik sesaat.

Puncak Ketegangan

Ketegangan antara DPR dan Kementerian Keuangan mencapai puncaknya. Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, secara terbuka menegur Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Teguran ini bukan sekadar kritik biasa, melainkan cerminan dari frustrasi DPR atas sikap Purbaya yang dinilai sering “mendahului” parlemen dalam membuat pernyataan publik terkait kebijakan fiskal.

?Misbakhun menekankan bahwa setiap kebijakan yang menyangkut anggaran negara seharusnya melalui proses pembahasan bersama antara pemerintah dan legislatif. Namun, Purbaya dituding sering kali mengomentari kebijakan kementerian lain di media, seolah-olah kebijakan itu tidak melewati persetujuan DPR.

(red)