Emoh Kasus Pajak Google Terulang, Definisi OTT Dipertegas

Administrator - Rabu, 15 Maret 2017 - 17:07:36 wib
Emoh Kasus Pajak Google Terulang, Definisi OTT Dipertegas
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi tidak mau kasus penghindaran pajak Google Asia Pacific Pte Ltd terulang kembali. Ant Pic/Cnni
Jakarta: Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi tidak mau kasus penghindaran pajak Google Asia Pacific Pte Ltd terulang kembali. 
 
Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) tersebut sebelumnya menolak dimasukkan pemerintah dalam kategori Badan Usaha Tetap (BUT) yang menyediakan layanan konten melalui internet (over the top/OTT). Sehingga merasa tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak ke negara.
 
Untuk menghindari perdebatan tersebut terulang lagi, Ken merilis Surat Edaran Nomor SE - 04/PJ/2017 tentang Penentuan Badan Usaha Tetap Bagi Subjek Pajak Luar Negeri yang Menyediakan Layanan Aplikasi dan/atau Layanan Konten Melalui Internet.
 
“Surat edaran ini memberikan panduan dan keseragaman penentuan BUT terhadap Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang menyediakan layanan OTT di Indonesia,” tegas Ken, dikutip dari surat tersebut, Rabu (15/3).
 
Mengutip Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), Ken menegaskan yang dimaksud BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia.
 
BUT bisa berupa tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang untuk promosi dan penjualan; pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; hingga komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
 
Payung hukum lain yang dikutipnya adalah Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Indonesia dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra (P3B).
 
“Berdasarkan P3B, pajak atas laba usaha SPLN yang berasal dari negara mitra adalah berdasarkan keberadaan BUT. Laba usaha yang diperoleh SPLN dapat dikenai pajak di Indonesia, sepanjang usaha SPLN tersebut dilakukan melalui BUT di Indonesia,” tegas Ken.
 
Ia menambahkan, dengan diterbitkannya surat edaran yang ditekennya 6 Februari 2017 silam maka seluruh unit kerja Direktorat Jenderal Pajak berhak melakukan pengawasan dan penagihan pajak terhadap BUT berbentuk badan usaha asing di Indonesia. 
 
Gen/Cnni