Radarri.net | Jakarta – Musibah runtuhnya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo pada Senin, 29 September 2025, yang merenggut puluhan nyawa santri, menjadi sorotan tajam dan momentum krusial bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat payung hukum pendidikan keagamaan di Indonesia. Tragedi yang menewaskan total 67 orang dan melukai 104 orang lainnya (data hingga 7 Oktober 2025) ini, dinilai mencerminkan minimnya perhatian pemerintah terhadap standar keselamatan dan tata kelola infrastruktur lembaga pendidikan berbasis agama.
Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyatakan bahwa insiden memilukan di Sidoarjo telah mendorong Komisi X untuk mengambil langkah strategis dalam penyusunan RUU Sisdiknas.
"Kami berpandangan, musibah Al Khoziny ini adalah isyarat keras yang tidak boleh diabaikan. Ini adalah momentum bagi DPR, melalui Revisi UU Sisdiknas, untuk memperbaiki dan mempertegas posisi pendidikan keagamaan agar diakui sepenuhnya dan terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional," tegas Hetifah di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Integrasi Regulasi dan Bab Khusus Pendidikan Keagamaan
?Hetifah menjelaskan bahwa salah satu fokus utama dalam revisi kali ini adalah penguatan regulasi melalui metode kodifikasi. Metode ini akan menyatukan berbagai undang-undang terkait pendidikan, seperti UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi, ke dalam satu kerangka hukum yang terpadu.
Secara spesifik, RUU Sisdiknas direncanakan akan menampilkan satu bab tersendiri mengenai Jenis Pendidikan Keagamaan dan Jenis Pendidikan Pesantren (Bab VI). Meskipun UU Pesantren (UU No. 18 Tahun 2019) tidak akan dicabut, pengaturannya akan diperkuat dan disinkronkan dalam RUU Sisdiknas untuk menjamin kesetaraan dan kualitas yang lebih baik.
"Tujuannya jelas. Kita ingin tata kelola pendidikan nasional lebih sinkron dan efektif. Dengan adanya bab khusus, kita memastikan bahwa pengakuan formal terhadap eksistensi dan kurikulum pendidikan keagamaan dijamin, termasuk di madrasah dan lembaga berciri khas keagamaan lainnya," jelasnya.
Jaminan Anggaran dan Standarisasi Keselamatan
Lebih lanjut, politisi dari Fraksi Partai Golkar ini menekankan bahwa penegasan pendidikan keagamaan dalam UU Sisdiknas akan memiliki implikasi nyata terhadap dukungan negara. Ia berharap revisi ini akan menjadi landasan kuat bagi penguatan perhatian negara, terutama dalam tiga aspek kunci:
Dukungan Anggaran: Memperjelas penyaluran dan alokasi anggaran yang memadai dan berkelanjutan bagi lembaga pendidikan keagamaan (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu).
Peningkatan Mutu: Memastikan adanya upaya peningkatan kualitas tenaga pendidik.
Standarisasi Infrastruktur: Mendorong standarisasi infrastruktur dan keselamatan bangunan, sehingga tragedi runtuhnya Ponpes Al Khoziny akibat dugaan fondasi yang tidak kuat dan tidak adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak terulang.
"Kehadiran dan dukungan pemerintah harus konkret. Kita ingin lulusan pesantren memiliki akses yang setara ke jenjang pendidikan tinggi dan peluang kerja di berbagai sektor, sekaligus memastikan tata kelola dan keselamatan lembaga pendidikan semakin baik," tutup Hetifah.
Tragedi Sidoarjo menjadi penanda penting bahwa perhatian terhadap standar infrastruktur dan regulasi lembaga pendidikan keagamaan harus segera ditingkatkan, dan RUU Sisdiknas kini mengambil peran sentral dalam menjawab kebutuhan mendesak ini.
(Igo)