Radarriau.net | Jakarta — Suara keberatan para gubernur dari berbagai penjuru Indonesia bergema hingga ke gedung Kementerian Keuangan pekan ini. Dari Sumatera Utara hingga Maluku Utara, para kepala daerah menuding pemerintah pusat memangkas anggaran transfer ke daerah (TKD) yang menjadi urat nadi pembangunan wilayah. Namun, pemerintah pusat menegaskan: bukan dipotong, melainkan dialihkan ke program-program yang langsung menyentuh masyarakat.
Klarifikasi itu disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi di sela-sela Forum Dialog Keuangan Daerah di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (10/10). Menurutnya, narasi "pemangkasan" tidak sepenuhnya tepat.
“Dana transfer itu tidak berkurang, hanya disalurkan lewat mekanisme berbeda. Ada yang langsung ke daerah, ada pula yang masuk melalui program pusat yang penerimanya masyarakat di daerah,” ujar Prasetyo.
Ia mencontohkan program Makan Bergizi Gratis yang bersumber dari APBN dan dijalankan di seluruh wilayah Indonesia. “Program seperti itu termasuk transfer tidak langsung yang manfaatnya tetap dirasakan rakyat di daerah,” jelasnya.
Pemerintah mencatat, total anggaran untuk program berbasis daerah yang dikelola pusat tahun depan mencapai Rp335 triliun, dan diklaim tetap mendukung kesejahteraan serta pembangunan di wilayah.
Gelombang Keberatan dari Daerah
Penjelasan itu muncul setelah 18 gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) melakukan protes resmi ke Kementerian Keuangan, Selasa (7/10) lalu. Mereka menilai alokasi TKD dalam Rancangan APBN 2026 berkurang signifikan dan berpotensi mengganggu rencana pembangunan daerah.
Salah satu suara paling keras datang dari Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem, yang mengaku wilayahnya mengalami pemotongan hingga 25 persen.
“Kami sangat terbebani. Banyak program sosial dan infrastruktur yang bergantung pada TKD. Kami minta jangan dipotong,” kata Mualem seusai pertemuan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat.
Senada, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda juga menyampaikan kegelisahan serupa, menilai kebijakan pusat belum mempertimbangkan kondisi fiskal di daerah masing-masing.
Kemenkeu: Penataan Ulang, Bukan Pemangkasan
Menanggapi protes tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari penataan ulang prioritas anggaran nasional. Fokus utama, kata dia, adalah memastikan setiap rupiah belanja negara lebih tepat sasaran dan memiliki dampak langsung ke masyarakat.
“Kita ingin anggaran lebih efisien, tidak lagi tersedot untuk birokrasi. Program langsung ke rakyat dinilai lebih cepat mengurangi ketimpangan,” ujar Purbaya.
Menurutnya, model baru distribusi dana ini juga bertujuan memperkuat ketahanan fiskal nasional, agar pemerintah tetap mampu mendanai kebutuhan jangka panjang tanpa menambah beban utang.
Perlu Komunikasi yang Lebih Intensif
Meski penjelasan itu telah disampaikan, sejumlah pengamat menilai polemik ini menandakan masih lemahnya koordinasi antara pusat dan daerah. Kebijakan fiskal yang bersifat nasional sering kali dianggap tidak sepenuhnya memahami tantangan lokal di tiap provinsi.
Kritik juga datang dari kalangan akademisi yang menyoroti pentingnya transparansi mekanisme pengalihan dana, agar publik dapat memantau apakah program-program pusat benar-benar menggantikan peran dana transfer dengan efektif.
Menuju Sinergi Fiskal Baru
Pemerintah pusat berjanji akan melakukan evaluasi dan memperkuat dialog dengan para kepala daerah sebelum implementasi penuh kebijakan ini tahun depan. “Kami terbuka untuk masukan dari daerah, agar desain fiskal ke depan lebih berkeadilan,” ujar Prasetyo Hadi.
Gelombang protes ini menjadi pengingat bahwa dalam tata kelola fiskal negara, sinergi antara pusat dan daerah bukan sekadar soal angka, melainkan tentang keseimbangan peran, kepercayaan, dan keadilan pembangunan di seluruh Indonesia.
[Igo]