Yayasan Kharisma Dorong Optimalisasi Skema Social Contracting untuk Penanggulangan HIV-AIDS

Administrator - Ahad, 17 Agustus 2025 - 17:09:25 wib
Yayasan Kharisma Dorong Optimalisasi Skema Social Contracting untuk Penanggulangan HIV-AIDS
foto:ist

RadarRiau net | Jakarta – Upaya memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam penanggulangan HIV-AIDS kembali mendapat sorotan. Yayasan Kharisma mendorong pemanfaatan skema Social Contracting atau Kontrak Sosial yang telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Skema tersebut memberikan ruang bagi OMS untuk terlibat langsung dalam pelaksanaan program pemerintah, sehingga pengalaman dan kapasitas komunitas dapat dimanfaatkan secara lebih optimal.

Regulasi mengenai Social Contracting diperjelas dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) No. 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Swakelola. Dalam aturan tersebut, terdapat empat tipe mekanisme swakelola, di mana Swakelola Tipe III menjadi pintu masuk strategis bagi OMS untuk bekerjasama langsung dengan pemerintah melalui pendanaan yang bersumber dari APBN maupun APBD.

Bagi komunitas penggiat HIV-AIDS di DKI Jakarta, Swakelola Tipe III dipandang sebagai peluang penting. Skema ini tidak hanya memungkinkan OMS berperan dalam implementasi program, tetapi juga memberikan ruang pengakuan terhadap kontribusi mereka dalam menjangkau populasi kunci dan kelompok terdampak yang selama ini sulit diraih pemerintah.

“Ini bukan semata-mata soal dana. Lebih jauh, ini soal pengakuan terhadap peran vital komunitas dalam menjangkau kelompok yang paling terdampak HIV,” ungkap salah satu pegiat OMS dalam kegiatan diskusi yang digelar Yayasan Kharisma.

Meski regulasi telah tersedia, Yayasan Kharisma mencatat bahwa tingkat pemanfaatan Swakelola Tipe III di daerah masih tergolong rendah. Pemerintah daerah jarang mengalokasikan anggaran untuk skema tersebut, sementara banyak OMS penggiat HIV-AIDS belum mendapatkan akses atau kesempatan untuk terlibat. Hal ini membuat potensi kolaborasi yang seharusnya bisa memperkuat layanan berbasis komunitas masih jauh dari optimal.

Hambatan lain yang muncul adalah terbatasnya pemahaman publik, media, maupun pelaku pengadaan terkait mekanisme Swakelola. Selain itu, pemetaan anggaran daerah yang bisa dialokasikan melalui skema ini juga belum berjalan maksimal.

Sebagai solusi, Yayasan Kharisma mendorong peningkatan kapasitas melalui kegiatan sosialisasi dan pelatihan bagi para pemangku kepentingan, khususnya pejabat pengadaan dan pemerintah daerah. Harapannya, dengan pemahaman yang lebih baik, hambatan birokrasi dapat dikurangi dan peluang kemitraan pemerintah dengan OMS semakin terbuka.

“Jika Swakelola Tipe III dapat diterapkan secara konsisten, maka kolaborasi antara pemerintah dan komunitas akan semakin solid. Layanan penanggulangan HIV berbasis komunitas pun bisa lebih diperkuat, sehingga target penurunan kasus di Indonesia dapat tercapai,” tambah perwakilan Yayasan Kharisma.

Melalui dorongan ini, Yayasan Kharisma berharap pemerintah daerah dapat melihat OMS bukan hanya sebagai pelengkap, melainkan mitra strategis dalam pembangunan kesehatan masyarakat.

[]