Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan melanjutkan proyek tanggul raksasa atau giant sea wall, yang terletak di pinggiran pantai utara Jakarta.
Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, mengungkapkan proyek giant sea wall telah direncanakan sejak tahun 1990 di era Orde Baru.
Tujuannya untuk mencegah Jakarta tenggelam. Sebab, permukaan tanah di Jakarta setiap tahun menurun 12-23 centimeter (cm) akibat penyedotan air tanah. Bila tanggul raksasa tak dibangun, Jakarta tenggelam pada 2030.
Luhut mengaku telah membaca langsung hasil studi yang dilakukan pemerintah 27 tahun silam. Ia juga telah berkonsultasi dengan Menteri Infrastruktur Belanda.
"Studinya sudah mulai dari tahun 1990. Bukan dibuat pemerintahan ini. Studinya cukup lengkap. Ini dibuat dalam rangka keberpihakan pada rakyat. Saya sebagai Menko Kemaritiman, saya cek. Menteri Infrastruktur Belanda memberi laporan, ini tidak bisa tidak dilakukan. Penurunan tanah ada yang 12 cm, ada yang 23 cm per tahun. Kalau tidak dilakukan, Jakarta bisa tenggelam," kata Luhut dalam coffee morning di Gedung BPPT, Jakarta, seperti dilansir dari detik.com, Jumat (24/3/2017).
Selain untuk mencegah Jakarta tenggelam, giant sea wall juga dapat menjadi sumber air bersih untuk warga Jakarta. "Sumber air kita pun kotor, kurang. Jatiluhur itu sudah bau airnya, banyak keramba ikan. Dari giant sea wall bisa dispulai 40% kebutuhan air untuk Jakarta," paparnya.
Pihaknya telah meminta bantuan peneliti dari Korea Selatan, Belanda, dan Indonesia sendiri untuk melengkapi studi yang sudah ada terkait giant sea wall. Penyempurnaan kajian akan selesai dalam 2 bulan.
"Progres cukup bagus, studi kita minta dalam 2 bulan selesai, dilakukan Korsel, Belanda, Indonesia. Data awal sudah ada, mereka ingin melengkapi saja," tutupnya.
zet/dtc