Radarriau.net | Pekanbaru— Komisi II DPRD Riau menegaskan komitmennya untuk menuntaskan konflik agraria berkepanjangan di Desa Sinamanenek, Kampar, meskipun rapat lanjutan pada Rabu (9/10/2025) diwarnai aksi walk out oleh pihak Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES). Anggota Komisi II, Raja Jayadinata, menyatakan bahwa pihak KNES tidak hanya menolak hadir, tetapi juga dituding melakukan intimidasi terhadap warga yang telah membentuk koperasi baru, Koposan, untuk mengelola kebun sawit bersertifikat milik mereka secara mandiri. Untuk merespons hal ini, Komisi II akan segera menetapkan jadwal Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan untuk mempertemukan kedua belah pihak dan mencari solusi yang adil.
Akar Masalah: Ketidaktransparanan dan Pembagian Hasil Tidak Wajar
Politisi Golkar dari Dapil Kampar ini menjelaskan bahwa konflik antara masyarakat pemilik kebun sawit bersertifikat dengan KNES, koperasi yang selama ini mengelola lahan mereka, berawal dari persoalan yang sebenarnya sederhana namun menjadi rumit: transparansi dan pembagian hasil.
"Akar persoalan antara masyarakat dan KNES sebenarnya sederhana, namun menjadi rumit karena persoalan transparansi dan pembagian hasil," ujar Raja Jayadinata kepada GoRiau.com, Jumat (10/10/2025). Masyarakat merasa selama ini keuntungan yang mereka peroleh dari kebun sawit bersertifikat yang dikelola KNES tidak lagi layak.
Ketidakpuasan ini memuncak ketika sekitar 851 warga Desa Sinamanenek memutuskan untuk keluar dari KNES. Mereka kemudian mendirikan koperasi baru bernama Koperasi Produsen Pusaka Senama Nenek (Koposan) sebagai wadah untuk mengelola lahan sawit mereka secara mandiri. Tujuannya jelas, yakni untuk memutus kerja sama dengan KNES.
KNES Dituding Sewa Preman untuk Menghalangi Warga
Keputusan warga untuk membentuk Koposan dan menarik diri dari KNES ternyata tidak diterima oleh pihak pengurus lama. Menurut Raja Jayadinata, KNES bersikeras untuk tetap mengelola lahan warga yang telah menyatakan keluar tersebut. Bahkan, ketika masyarakat mencoba memanen hasil sawitnya sendiri, mereka menghadapi perlawanan.
"Karena ketidaktransparanan pengurus KNES dalam mengelola keuangan, sekitar 851 warga Desa Sinamanenek akhirnya menyatakan keluar dari KNES dan mendirikan koperasi baru bernama Koposan. Namun pihak KNES tidak menerima keputusan tersebut dan tetap mengelola lahan warga yang telah menyatakan keluar. Bahkan, saat masyarakat mencoba memanen sawitnya sendiri, mereka dihalangi-halangi pihak KNES dengan menyewa preman," ungkap Raja dengan tegas.
Komitmen Komisi II dan Reaksi Terhadap Walk Out
Terkait insiden walk out yang dilakukan oleh Dewan Pembina dan kehormatan KNES, Suparman, bersama rombongan pada rapat sebelumnya, Raja menjelaskan bahwa hal itu terjadi karena alasan teknis, bukan kesengajaan dari pihak Komisi. Keterlambatan terjadi karena pemindahan ruangan dari Komisi II ke Ruang Medium untuk menampung jumlah peserta yang banyak, serta menunggu kehadiran beberapa anggota DPRD dari Dapil lain.
"Sebenarnya tidak molor, kami sudah standby di Komisi II. Hanya saja, karena ada perpindahan ruangan dan menunggu teman-teman lain, rapat baru dimulai sekitar 15 menit dari jadwal. Tapi setelah itu, pihak KNES memutuskan walk out," jelasnya.
Meskipun demikian, Komisi II tidak mempermasalahkan sikap tersebut. Raja Jayadinata menegaskan bahwa RDP bertujuan mendengarkan aspirasi masyarakat, dan Komisi II tetap melanjutkan hearing dengan keterangan dari pemerintah terkait.
"Komisi II akan berupaya maksimal agar permasalahan ini segera tuntas. Kita akan keluarkan rekomendasi terbaik yang menguntungkan semua pihak. Semoga bisa selesai dalam waktu dekat," pungkas Raja Jayadinata, memastikan Komisi II DPRD Riau akan tetap fokus menangani persoalan ini secara profesional. Rapat internal Komisi II untuk menetapkan jadwal RDP lanjutan akan digelar pada Senin pekan depan.
[]