Korban Fahrenheit Minta Kejagung Seriusi Dugaan Pidana Eks Kajari Jakbar: Soroti Kerugian Moral dan Integritas

Administrator - Ahad, 12 Oktober 2025 - 08:13:06 wib
Korban Fahrenheit Minta Kejagung Seriusi Dugaan Pidana Eks Kajari Jakbar: Soroti Kerugian Moral dan Integritas
Mantan Kepala Kejaksaan NeMantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar), Hendri Antoro. (Foto: Dok. Badiklat Kejaksaan).geri Jakarta Barat (Kajari Jakbar), Hendri Antoro. (Foto: Dok. Badiklat Kejaksaan).

Radarriau.net | Jakarta – Desakan agar Hendri Antoro, mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar), diproses secara pidana atas dugaan penerimaan dana Rp500 juta dari hasil penggelapan barang bukti kasus robot trading Fahrenheit kini menemukan gaung di kalangan korban. Para korban merasa kerugian mereka tidak hanya materi, tetapi juga moral dan kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum.

Meskipun Hendri telah dicopot dari jabatannya karena kelalaian pengawasan, para korban dan pengamat hukum melihat tindakan ini sebagai upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk "cuci tangan" dari masalah integritas yang lebih dalam.

Suara Korban: Tidak Cukup Hanya Sanksi Disiplin

Kuasa hukum yang mewakili sebagian korban investasi bodong Fahrenheit menyatakan bahwa sanksi internal yang diberikan kepada Hendri Antoro sama sekali tidak memberikan rasa keadilan.

"Barang bukti yang digelapkan itu adalah uang yang seharusnya dikembalikan kepada para korban yang sudah menderita kerugian besar. Ketika pimpinan di Kejaksaan diduga ikut menikmati, ini bukan lagi soal kelalaian, ini pengkhianatan terhadap keadilan," ujar seorang perwakilan korban.

Mereka mendesak Kejaksaan Agung untuk tidak hanya fokus pada proses etik dan disiplin, tetapi segera membuka penyelidikan pidana. Dugaan aliran dana Rp500 juta menunjukkan adanya keterlibatan aktif, yang jauh melampaui sekadar kelalaian dalam pengawasan. Jika terbukti, ini berarti oknum tertinggi di tingkat Kejari ikut menilap uang yang seharusnya menjadi hak para korban.

Etika Pengawasan dan Rusaknya Marwah Institusi

Pencopotan Hendri Antoro dikonfirmasi oleh Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna murni karena lalai menjalankan fungsi pengawasan melekat terhadap Jaksa Azam Akhmad Akhsya, pelaku utama penggelapan. Namun, alasan ini menimbulkan kritik tajam dari anggota DPR dan pengamat.

Anggota Komisi III DPR, Rudianto Lallo, menilai alasan kelalaian pengawasan tersebut terlalu dangkal. Lallo menekankan bahwa seorang Kajari memiliki tanggung jawab penuh atas integritas kantornya.

"Pengawasan itu melekat pada jabatan, tetapi ketika ada dugaan aliran dana masuk ke pimpinan, itu sudah bukan lagi kelalaian. Itu namanya pidana pasif, minimal ada pembiaran yang disengaja. Kejaksaan tidak boleh terkesan memberikan perlindungan," tegas Lallo.

Sanksi pencopotan dari jabatan, meskipun disebut sanksi terberat internal, dinilai tidak sebanding dengan vonis 9 tahun penjara yang diterima Azam. Ketidakseimbangan ini dikhawatirkan merusak marwah Kejagung dan mengikis kepercayaan publik bahwa semua aparat penegak hukum, termasuk pimpinan, setara di mata hukum.

Oleh karena itu, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mendesak Kejaksaan Agung untuk membuktikan komitmen Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam membersihkan institusi. Proses pidana adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kerugian moral institusi dan memberikan keadilan sejati kepada para korban.

(red)