RADARRIAUNET.COM - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo belum menerima surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi terkait penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka kasus korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan di wilayah kekuasaannya pada 2008-2014.
Menurut Tjahjo, selama ini biasanya KPK selalu memberitahu jika hendak melakukan penangkapan atau penetapan tersangka kepada kepala daerah. Namun, dalam kasus Nur Alam, KPK belum memberi kabar kepada Tjahjo terkait progres penanganan perkaranya.
"Sebagaimana yang sudah-sudah, sebelum KPK melakukan penangkapan termasuk memberikan keputusan terdakwa dan sebagainya selalu memberitahu kepada saya baik lisan maupun tertulis. Untuk kasus Sultra saya sampai saat ini belum menerima," kata Tjahjo di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Jumat (2/9).
Nur Alam diduga melakukan perbuatan hukum dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai gubernur Sulawesi Tenggara, untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Karena dugaan tersebut, ia ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK sejak Selasa (23/8) lalu.
Sejak ditetapkan menjadi tersangka, Nur Alam belum pernah diperiksa oleh KPK. Pemeriksaan selama ini hanya menyasar Direktur PT Billy Indonesia Distomy Lasmon, staf keuangan PT Billy Indonesia Endang Chaerul, dan dua karyawan PT Billy Indonesia Edy Janto dan Suharto Martosuroyo.
Selain petinggi PT Billy Indonesia, KPK juga memeriksa Direktur Utama PT Anugrah Harisma Barakah Ahmad Nursiwan dan dua orang pihak swasta yang masuk daftar cegah KPK, yaitu Emi Sukiati Lasmon dan Widi Aswindi.
PT Billy Indonesia merupakan perusahan tambang yang beroperasi di kawasan Kabupaten Bombana dan Konawe Selatan, Sultra. Perusahaan itu adalah rekanan Richcorp International yang berbasis di Hong Kong. Laporan Hasil Analisis (LHA) yang dikeluarkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut bahwa perusahaan tersebut pernah mengirim uang US$4,5 juta ke Nur Alam.
"Tetap saya berpegang pada asas praduga tak bersalah walaupun KPK menetapkan seorang tentunya sudah cukup alat bukti, tapi kami tetap menunggu proses pemeriksaan lanjut. Sebagai Gubernur karena masih tersangka jadi (Nur Alam) masih melaksanakan tugasnya kecuali jika yang bersangkutan sudah memasuki masa persidangan atau ditahan baru kita nonaktifkan," ujar Tjahjo.
Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
cnn/radarriaunet.com