RADARRIAUNET.COM - Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Gerindra Nizar Zahro membantah adanya sistem pembagian fee di komisinya dalam kasus korupsi yang menjerat Damayanti Wisnu Putranti.
"Enggak ada, enggak ada, enggak ada. Itu menyalahi aturan," kata Nizar di Gedung DPR RI, Selasa (12/4).
Damayanti adalah anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang telah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus suap pegamanan proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Pulau Seram, Maluku.
Nizar mengatakan, dalam membahas anggaran untuk kementerian, DPR hanya membahas fungsi anggaran yang digunakan sehingga tidak bisa memberikan keputusan.
Menurutnya hal tersebut seusai dalam Peraturan Presiden Nomor 137 tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dalam peraturan presiden itu dijelaskan bilamana ada revisi anggaran terkait kementerian dan lembaga maka Kementerian Keuangan wajib mengeluarkan peraturan menteri keuangan tentang revisi anggaran.
"Semua ada acuannya secara regulasi," ucapnya.
Nizar juga mengaku tidak pernah mendengar ada anggota atau pimpinan Komisi V DPR yang menerima fee tersebut. "Saya tidak pernah mendengar, tidak pernah melihat dan tidak pernah menyaksikan," ucapnya.
Namun, Nizar tak bisa menilai yang dinyatakan Damayanti dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor yang menyebut ada sistem pembagian fee di Komisi V DPR merupakan sebuah kebohongan.
"Biarlah proses pengadilan yang menilai. Karena lembaga yang berhak itu pengadilan," ucapnya.
Damayanti menjadi tersangka usai operasi tangkap tangan bersama dua rekannya Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin, serta Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir selaku penyuap.
Selain Damayanti, anggota DPR dari Fraksi Golkar Budi Supriyanto juga telah ditetapkan sebagai tersangka usai diperiksa sebagai saksi.
Pengacara Abdul, Haerudin Masaro menjelaskan kliennya dijanjikan proyek infrastruktur di Pulau Seram, Maluku. Sedikitnya ada 20 proyek dengan nilai masing-masing Rp30 miliar.
Damayanti dan Budi yang merupakan anggota Komisi V DPR diduga menerima sejumlah uang dari Abdul karena memiliki akses dan mempu mengamankan proyek tersebut. Damayanti diduga menerima sedikitnya Sin$99 ribu. Sementara uang yang diduga mengalir ke Budi sebanyak Sin$404 ribu.
Menurut sumber CNNIndonesia.com, Abdul menggelontorkan sedikitnya Rp40 miliar untuk Damayanti, Budi, politikus PAN Andi Taufan Tiro, politikus PKB Musa Zainudin, dan pejabat Kementerian PUPR.
Damayanti, Budi, Dessy, dan Julia dijerat melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 KUHAP. Sementara Abdul selaku tersangka pemberi suap kepadanya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 33 UU Pemberantasan Tipikor.
CNN/ RRN