Harga Minyak Dunia Melemah Tipis

Administrator - Selasa, 29 Maret 2016 - 14:51:51 wib
Harga Minyak Dunia Melemah Tipis
Ilustrasi oil rig. (Thinkstock)
Jakarta (RRN) - Harga minyak melemah dalam dua sesi berturut pada Senin (28/3) dalam perdagangan yang lesu karena pasar Eropa terkena dampak liburan Paskah dan para hedge fund dan spekulan besar lainnya masih ragu-ragu untuk bertaruh dalam rebound harga di tengah persediaan minyak mentah yang besar.
 
Seperti dikutip dari Reuters, sentimen di minyak Brent dan West Texas Intermediate (WTI) berjangka tetap lemah. Beberapa bank investasi, seperti Barclays dan Macquarie, memperingatkan bahwa fundamental pasar cukup lemah untuk memangkas harga kembali ke tingkat US$30 per barel.
 
"Ada terlalu banyak minyak mentah AS akhir-akhir ini dan pasar telah mengabaikannya," kata Tariq Zahir, yang bertaruh WTI untuk pengiriman dalam waktu dekat akan melemah lebih lanjut terhadap kontrak jangka panjang.
 
Harga minyak Brent ditutup turun 17 sen menjadi US$40,27 per barel. Data Reuters menunjukkan perdagangan benchmark berbasis di London itu hanya lebih dari 73.000 lot dibandingkan 200.000 lot pada sesi reguler.
 
Sementara harga minyak mentah berbasis di New York, WTI, berakhir turun 7 sen di US$39,39 per barel.
 
Kedua benchmark naik sekitar 50 persen dari posisi terendah dalam 12 tahun yang dicapai pada pertengahan Februari.
 
Data mingguan dari US Commodity Futures Trading Commission menyarankan manajer uang, termasuk hedge fund, tidak ragu-ragu untuk bertaruh pada penguatan WTI, kendati beberapa bertaruh pada jatuhnya harga lanjutan.
 
Persediaan minyak mentah AS naik 9,4 juta barel dalam pekan sampai 18 Maret, tiga kali lebih besar dari ekspektasi analis, untuk minggu keenam berturut-turut dan menjadi rekor tertinggi mingguan.
 
Sebagian besar bank memperkirakan sedikit penguatan untuk harga minyak dalam waktu dekat.
 
"Pasar kemungkinan tetap kelebihan pasokan sekitar 0,6 juta barel per hari hingga semester I 2016 dan persediaan akan terus naik dari tingkat yang sudah tinggi," kata analis di Jefferies International.
 
CNN/ RRN