Radarriau.net Rengat – Kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan di Perumda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indra Arta, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, memasuki babak baru dengan nilai kerugian negara yang fantastis, ditaksir mencapai Rp15 miliar. Skandal kredit macet yang diduga berlangsung selama 11 tahun ini tidak hanya menjerat internal BPR, tetapi juga menyeret nama-nama elit politik yang saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Riau.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu telah menetapkan sembilan tersangka utama pada Kamis (2/10/2025), yang meliputi jajaran direktur, pejabat kredit, teller, hingga sejumlah debitur bermasalah. Namun, sorotan kini tertuju pada potensi keterlibatan dua anggota DPRD Riau dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kedua politisi ini, yang juga merupakan mantan anggota DPRD Inhu periode 2014-2019, diduga kuat masuk dalam daftar "debitur istimewa".
Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Dedie Tri Haryadi, dalam keterangannya mengungkapkan modus penyimpangan ini adalah pemberian pinjaman di luar prosedur baku. "Pemberian kredit dilakukan di luar prosedur. Ada pinjaman atas nama orang lain, agunan berbeda nama, hingga agunan tanpa hak tanggungan. Bahkan ada pencairan pinjaman tanpa survei sama sekali," jelas Dedie, menekankan praktik kredit fiktif ini yang mengabaikan sistem kontrol internal melalui keterangan persnya Jumat 17 Oktober 2025.
Akibat praktik curang tersebut, tercatat 93 debitur masuk kategori kredit macet dan 75 debitur lainnya telah dinyatakan hapus buku. Upaya penyelamatan keuangan negara terus dilakukan. Hingga saat ini, Pidsus Kejari Inhu telah berhasil menyita uang sebesar Rp1.082.824.500 dan berkomitmen mengembalikan seluruhnya ke kas daerah Inhu.
Desakan Publik: Kejati Riau Harus Ambil Alih Kasus 'Korupsi Politik'
?Perkembangan kasus ini menuai respons keras dari masyarakat sipil. Koordinator Aliansi Gerakan Masyarakat Mahasiswa Pemantau Riau (GEMMPAR), Erlangga, menyatakan kekecewaannya atas dugaan lambannya penanganan, terutama terkait nama-nama politisi yang disebut memiliki pengaruh di tingkat provinsi.
"Jika Kejari Inhu tidak mampu menuntaskan perkara ini, sebaiknya dilimpahkan ke Kejati Riau atau bahkan Kejaksaan Agung RI. Karena yang terlibat bukan pejabat daerah biasa, melainkan anggota DPRD Riau yang punya posisi politik di tingkat provinsi," tegas Erlangga, Rabu (15/10/2025).
GEMMPAR juga secara terbuka menyoroti adanya dugaan "lobi-lobi kasus" yang berpotensi mencederai transparansi hukum. Mereka menuntut Kejaksaan bersikap tegas dan tidak tebang pilih, serta segera mengumumkan perkembangan penyidikan ke publik untuk mencegah spekulasi liar.
Sebagai bentuk tekanan, GEMMPAR memberikan ultimatum: mereka akan melayangkan surat resmi ke Kejati dan Kejagung RI serta mengancam akan menggelar aksi unjuk rasa jika dalam waktu 3x24 jam tidak ada kejelasan mengenai penindakan terhadap nama-nama yang memiliki pengaruh politik.
[]