Dugaan Pengemplangan PSDH Sinar Mas Grup Diusut Bersama

DPRD Riau kembali menyoroti dugaan pengemplangan pembayaran provisi sumber daya hutan (PSDH)

Administrator - Jumat, 01 Maret 2019 - 16:19:14 wib
DPRD Riau kembali menyoroti dugaan pengemplangan pembayaran provisi sumber daya hutan (PSDH)
Foto: Illustrasi Katadata.co.id

Pekanbaru: DPRD Riau menyesalkan potensi provisi sumber daya hutan (PSDH) Sinar Mas Grup tidak digarap serius. Padahal, jika sesuai dengan aturan yang berlaku, uang yang disetorkan bisa mencapai Rp400 miliar lebih. Atau bisa membangun 200 gedung sekolah. Maka dari itu, Sekretaris Komisi III DPRD Riau Suhardiman Amby berjanji akan menyeriusi masalah itu hingga tuntas.

Penegasan itu disampaikan Suhardiman kepada Riau Pos bersama perwakilan Komisi IV DPRD Riau Asri Auzar, Rabu 27 Februari 2019. Pria bergelar Datuk Panglimo Dalam itu menyebut kasus dugaan pengemplangan PSDH oleh Sinar Mas Grup sangat serius.

"Ini merupakan potensi pendapatan untuk daerah. Uangnya itu bisa digunakan buat macam-macam. Bisa bangun sekolah atau bahkan rumah sakit di kabupaten/kota," sebutnya.

Maka dari itu, dalam waktu dekat DPRD Riau berencana membuat sebuah tim kecil gabungan antara Komisi III dengan Komisi IV yang membidangi masalah hutan. Tim tersebut nantinya akan membedah secara rinci di mana letak dugaan pengemplangan PSDH oleh Sinar Mas Grup. Kemudian mencari solusi agar aturan yang telah dibuat pemerintah bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Sementara itu, Asri Auzar mengatakan persoalan itu akan mulai dibahas usai masa reses. Karena saat ini seluruh anggota DPRD Riau tengah disibukan dengan masa reses.

"Kami mengapresiasi Komisi III yang telah serius dengan masalah ini. Namun itu perlu lebih didalami. Karena ini kasus besar. Bila dugaan pengemplangan PSDH ini benar, bahkan bisa berujung pidana," sebut Asri.

Dalam kesempatan itu, Asri juga menyampaikan DPRD telah memiliki sejumlah langkah. Dimulai dari tim gabungan Komisi III dan IV hingga membawa masalah tersebut langsung ke tingkat paripurna. Bahkan tidak tertutup kemungkinan DPRD kembali membuat pansus untuk menindaklanjuti seluruh rekomendasi yang dikeluarkan pansus monitoring 2017. Selain itu, pihaknya juga berencana membawa masalah itu ke Komisi III DPR RI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Kami juga akan bawa masalah ini ke pusat," ujarnya.


Sinar Mas Grup Dituding Ngemplang Pajak PSDH 
DPRD Riau kembali menyoroti dugaan pengemplangan pembayaran provisi sumber daya hutan (PSDH). Kali ini raksasa grup Sinar Mas yang disasar. Di mana ada ratusan miliar dugaan potensi PSDH yang menguap. Hal itu berdasarkan data serta temuan DPRD setelah melaksanakan hearing dengan 19 anak perusahaan Sinar Mas Grup dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) baru-baru ini.

Hal itu dinyatakan Sekretaris Komisi III DPRD Riau Suhardiman Amby kepada Riau Pos, Selasa 26 Februari 2019. Ia merincikan 19 perusahaan tersebut adalah PT Indah Kiat Pulp and Paper, PT Arara Abadi, PT Satria Perkasa Agung, PT Perawang Sukses Perkasa Industri, PT Ruas Utama Jaya, PT Riau Abadi Lestari, PT Sekato Pratama Makmur, PT Bukit Batu Hutani Alam, PT Agung Satria Perkasa, PT Suntara Gajapati, PT Mitra Hutani Jaya, PT Satria Perkasa Agung Serapung, PT Putra Riau Perkasa, PT Balai Kayang Mandiri, PT Rimba Mandau Lestari, PT Bina Duta Laksana, PT Riau Indo Agropalma, PT Bina Daya Bentala dan PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa.

Dari penjelasan Suhardiman, PSDH sendiri merupakan salah satu pendapatan negara bukan pajak. Di mana penghitungannya dilihat dari hasil produksi oleh perusahaan. Dari data yang dia miliki, Sinar Mas Grup sendiri memiliki kapasitas produksi pabrik sebanyak 12 juta ton per tahun. Sesuai Peraturan Menteri LHK No.P64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017, pungutan PSDH adalah Rp8.400/ton. Jika dikalikan seharusnya PSDH yang dibayarkan mencapai Rp1,8 triliun.

Namun yang menjadi masalah, saat hearing pihak Sinar Mas Grup mengaku hanya membayar PSDH sebesar Rp84 miliar pada tahun 2018. Sedangkan dari data yang diperoleh dewan, pembayaran PSDH Sinar Mas Grup hanya sebesar Rp18 miliar. Artinya ada selisih pembayaran sekitar Rp66 miliar.

"Oke alasan perusahaan selisih tersebut dibayarkan ke daerah penghasil. Tapi mengapa penghitungan PSDH yang dibayar hanya Rp80-an miliar? tanyanya heran.

Ia kembali ke penghitungan awal. Di mana seharusnya PSDH yang dibayar mencapai Rp1 triliun lebih. Ia kemudian mengambil angka 50 persen dari perhitungan PSDH yang seharusnya. Dengan acuan, kayu yang diproduksi Sinar Mas Grup setengahnya lagi berasal dari luar Riau. Maka didapatkan angka Rp500 miliar lebih sebagai kewajiban perusahaan.

"Ini kami sebut dengan angka minimum potensi pendapatan. Jika di angka minimum Rp500 miliar lebih sedangkan yang dibayar cuma Rp84 miliar, ke mana sisanya?" pria bergelar Datuk Panglimo Dalam itu.

 

RR/RPC