Jakarta: Pemerintah akan mencari formula yang tepat dalam mengatur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk hasil pertanian. Langkah ini dilakukan agar hasil pertanian yang seharusnya kena pajak memang dikenakan pajak sementara yang tidak, tidak dibebankan pajak.
Pasalnya keputusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007 menetapkan barang hasil pertanian yang dihasilkan dari usaha pertanian, perkebunan, dan kehutanan, sebagai barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menceritakan banding di MA datang dari pertanian kelapa sawit yang merasa dirugikan. Pengenaan PPN seharusnya bisa menjadi restitusi untuk pajak lainnya.
"MA menyetujuinya sehingga dia kena barang kena pajak tapi kan judulnya yang disetujui itu pertanian, jadi semua barang pertanian kena," kata Darmin di kantornya, Jakarta Pusat,seperti sitat Medcom.id, Rabu (20/2/2019).
Dirinya menambahkan, kemudian petani merasa dirugikan dengan pengenaan PPN terhadap seluruh hasil dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan; peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau perikanan baik dari penangkapan atau budidaya.
"Sayangnya aturannya bilangnya pertanian sehingga enggak bisa dibilang barang kena pajak yang kelapa sawit saja, enggak bisa karena judulnya itu pertanian. Situasinya sekarang jadi repot kan karena pertanian merasa lho semua jadi kena," jelas dia.
Oleh karena itu, pemerintah akan mencari rumusan yang tepat agar tidak ada petani yang dirugikan. Hanya saja karena peraturan yang ada cukup rumit, sehingga perlu rumusan pas untuk memisahkan mana yang kena pajak dan yang tidak kena pajak.
"Umpama dipisahkan susah juga diaturnya karena untuk hasil petani kena pajak, untuk hasil perkebunan besar kena. Enggak ada aturan kaya gitu dulu, jadi enggak bisa dia nyari rumusnya," pungkasnya.
RRN/Medcom.id