Jakarta: Rumah Direktur Utama PT Jasa Marga, Desi Arryani di Jalan Rausin, Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, digeledah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, 11 Februari 2019.
Kasus penggeledahan ini berkaitan dengan proses penyidikan kasus dugaan korupsi 14 proyek fiktif, yang digarap oleh PT Waskita Karya.
Selain rumah mantan Kepala Divisi PT Waskita Karya itu, penyidik juga turut serta menggeledah kediaman dua pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Jalan Selawah Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur dan di Jalan Wirabakti, Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur.
"Dalam dua hari ini, Senin hingga Selasa, KPK melakukan rangkaian penggeledahan di tiga lokasi di Jakarta," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, sebagaimana disitat dari metrotvnews Senin, 18 Februari 2019.
Febri mengatakan penggeledahan ini merupakan bagian dari proses penyidikan tersangka Kepala Divisi II PT Waskita Karya periode 2011-2013, Fathor Rachman. Sejumlah barang bukti dan dokumen disita penyidik dari ketiga lokasi tersebut.
"Dari Penggeledahan tersebut disita sejumlah dokumen untuk kebutuhan pembuktian dugaan kontraktor fiktif di sejumlah proyek yang dikerjakan PT. Waskita Karya," ujarnya.
Dalam kasus ini KPK baru menetapkan dua pejabat PT Waskita Karya sebagai tersangka. Kedua orang itu ialah Fathor Rachman dan mantan Kepala Bagian (Kabag) Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya, Yuly Ariandi Siregar.
Dua pejabat PT Waskita Karya itu diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau pun korporasi atas proyek fiktif BUMN. Setidaknya, ada 14 proyek infrastruktur yang jadi bancakan pejabat PT Waskita Karya. Proyek itu tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, dan Papua.
Dalam kasus ini, Fathor dan Ariandi diduga telah menunjuk empat perusahaan sub kontraktor untuk mengerjakan sejumlah proyek konstruksi milik PT Waskita Karya. Meski tidak mengerjakan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak, PT Waskita Karya tetap melakukan pembayaran terhadap empat perusahaan sub kontraktor tersebut.
Kemudian, keempat perusahaa sub kontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak termasuk Fathor dan Ariandi. Akibatnya, uang negara rugi mencapai Rp186 miliar.
Atas perbuatannya, Fathor dan Yuly disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Mel/radarriaunet.com/mtvn