Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan atau PMK 210 tentang pemberlakuan perpajakan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce.
Dalam beleid yang akan berlaku 1 April 2019 ini, pedagang dan e-commerce yang menjual barang akan dikenakan kewajiban pajak penghasilan (PPh) serta berkewajiban untuk memungut dan menyetorkan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan terbitnya PMK tadi diapresiasi karena sudah cukup lama ditunggu untuk memberi kepastian bagi para pelaku usaha dan fiskus di lapangan.
"Secara substansi (peraturan itu) cukup moderat, karena lebih fokus pada pengaturan hak dan kewajiban yang bersifat umum, dan menekankan registrasi sebagai wajib pajak bagi para pedagang," ujarnya saat dihubungi, Kamis, 24 Januari 2019. Menurutnya, tidak ada jenis pajak baru, sehingga kewajiban yang ada terkait PPh, PPh Final PP 23, dan PPN (bagi yang memenuhi syarat).
Ia menyatakan kunci keberhasilan PMK ini salah satunya ada pada pemilik platform, yang akan menjadi tulang punggung pemastian pedagang memiliki NPWP sebelum mendaftar di sebuah platform. Untuk itu sosialisasi, koordinasi, dan pengawasan harus betul-betul bagus.
Mengenai pasal 3 ayat 3 dan 5 PMK, mewajibkan pemilik platform menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) meski termasuk pengusaha kecil. Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan ketentuan di UU PPN, meski dapat dipahami pewajiban ini dimaksudkan untuk memastikan capturing potensi pajak terlaksana dengan lebih baik.
Maka, Yustinus menekankan, perlu sosialisasi dan jalan tengah, termasuk konsekuensi pinalti yang akan ditanggung pemilik platform apabila lalai melaksanakan kewajiban.
"Kewajiban pemilik platform menyerahkan laporan rekapitulasi transaksi pedagang juga akan menambah beban administrasi, maka jika biaya administrasi tinggi, sebaiknya ada kompensasi atau fasilitas yang memudahkan pelaporan tersebut," kata dia.
Pekerjaan rumah berikutnya adalah pengaturan pengguna digital seperti selebgram/youtubers yang sifatnya self-entrepreneurship dan kewajibannya dilaksanakan secara self assessment, karena pemilik platform belum dapat ditetapkan sebagai subyek pajak dalam negeri.
Ia memandang sosialisasi dan edukasi harus dioptimalkan sejak sekarang sampai April, agar diperoleh pemahaman yang baik, tidak menimbulkan gejolak, dan tidak kontradiktif karena distorsi informasi.
"Sekaligus penyiapan perangkat administrasi untuk registrasi dan pelaporan," pungkasnya.
AHL/medcom.id