Jakarta (RRN) - DPR diharapkan mendengar suara masyarakat yang mengkritik rencana pembangunan tujuh megaproyek senilai Rp1,6 trilun. Apalagi, anggota DPR dipilih oleh rakyat.
"Jika DPR merupakan lembaga yang mewakili aspirasi masyarakat, protes publik harusnya menjadi satu aspirasi penting untuk dipertimbangkan. Tak bisa DPR jalan terus dengan sikap ngototnya, seolah-olah mereka lupa bahwa jabatannya itu tidak datang begitu saja tanpa peran suara-suara rakyat yang memilihnya," kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus kepada awak media Jumat (21/8/2015).
Dia menduga, DPR sudah membuat komitmen dengan pihak tertentu. "Jadi ada yang tak bisa diundur-undur lagi karena sudah melibatkan transaksi-transaksi," terang dia.
Jika DPR terus memperjuangkan pembangunan tujuh proyek bernilai Rp1,6 triliun dengan alasan membela kepentingan rakyat, itu hanya menipu. "Itu adalah tagline tipu-tipu DPR untuk melancarkan misi pribadi dan kelompok mereka," ungkap Lucius.
Presiden Joko Widodo melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung meminta DPR mengkaji ulang pembangunan tujuh proyek DPR. "Presiden minta dikaji kembali dan beliau minta dilaporkan segera," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/8/2015).
Tujuh proyek itu terdiri dari alun-alun demokrasi, museum dan perpustakaan, jalan akses bagi tamu ke Gedung DPR, visitor center, pembangunan ruang pusat kajian legislasi, pembangunan ruang anggota dan tenaga ahli, serta integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR. (mtvn/n)