RADARRIAUNET.COM - Polisi memerintahkan sejumlah hotel berbintang rendah di Guangzhou, China, untuk tidak menerima tamu yang berasal dari lima negara dengan mayoritas penduduk Islam. Perintah ini dikeluarkan meskipun kementerian luar negeri mengaku tidak mengetahui ada kebijakan semacam itu.
Tiga hotel dengan biaya kamar sekitar 150 yuan, atau Rp298 ribu per malam menyatakan kepada Reuters bahwa mereka menerima pemberitahuan soal kebijakan itu dari polisi sejak awal Maret lalu. Mereka mengaku tidak boleh menerima tamu dari Pakistan, Suriah, Irak, Turki dan Afghanistan.
"Saya tidak mengetahui jelas alasannya. Kami hanya tidak diperbolehkan untuk menerima mereka," kata salah seorang pekerja hotel, dikutip dari Reuters.
Pemberitahuan ini nampakanya berlaku hanya untuk hotel-hotel murah yang menawarkan tarif di bawah harga pasaran. Pasalnya, dua hotel kelas atas China menyatakan kepada Reuters bahwa mereka tidak menerima perintah untuk menerapkan kebijakan itu.
Kelima negara tersebut dilanda serangan teroris dalam beberapa tahun terakhir. Sementara Suriah dan Irak merupakan negara yang masih dilanda perang hingga saat ini.
Media Hong Kong, South China Morning Post, pada Jumat (26/8) melaporkan bahwa kebijakan itu nampaknya merupakan salah satu langkah keamaan menyusul penyelenggaraan forum pembangunan di Guangzhou pekan ini. Langkah itu juga disebut sebagai tindakan pencegahan serangan teror menjelang KTT G20 pekan depan di Hangzhou, meskipun kedua kota tersebut terpaut jarak lebih dari 1.000 km.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Lu Kang mengaku tidak mengetahui terdapat kebijakan macam itu di Guangzhou. "Saya belum pernah mendengar bahwa ada kebijakan semacam itu di China," kata Lu.
"Selain itu, sejauh yang kami pahami, kebijakan China berfokus pada prinsip untuk mendorong warga dari wilayah China dan negara lainnya untuk mengalami pengalaman yang ramah dan nyaman," tuturnya.
Kantor informasi pemerintah kota Guangzhou dan polisi di kota itu hingga kini belum memberikan komentar.
Guangzhou adalah ibu kota Guangdong, wilayah pengekspor tenaga listrik dan merupakan daerah di China yang memiliki populasi asing cukup besar, banyak di antaranya merupakan pedagang dari Afrika.
Populasi Muslim di China sebagian besar tinggal di Xinjiang, wilayah yang rentan akan kekerasan. Pemerintah setempat selalu menyalahkan aksi kekerasan kepada kelompok ekstremis Islam.
cnn/radarriaunet.com