Proses dan Bagaimana Pola pengelolaan Program RTMPE Menurut Kadis Peternakan Kampar

Administrator - Rabu, 19 Agustus 2015 - 11:40:13 wib
Proses dan Bagaimana Pola pengelolaan Program RTMPE Menurut Kadis Peternakan Kampar

SIAK HULU (RRN) - Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Kampar Zulia Dharma memaparkan, bahwa pada tahap awal, kotoran sapi dimasukkan terlebih dahulu ke dalam wadah yang telah disediakan. Kemudian disaring ke dalam tangki besar yang menjadi satu instalasi untuk kemudian disaring menjadi biogas dengan pemanfaatan langsung.

"Biogas itu digunakan untuk berbagai keperluan rumah tangga seperti penerangan, listrik dan sebagai bahan bakar memasak," katanya.

Selanjutnya, kotoran yang telah disaring menjadi biogas itu, demikian Zulia, dipindahkan ke dalam wadah dengan terlebih dahulu dipisahkan antara yang padat dan yang cair.

Untuk kotoran sisa olahan biogas itu, kata Zulia, kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Setiap bulannya, dari kotoran padat saja, menghasilkan satu ton. Jika dijual Rp1.000 per kilogramnya, maka ada penghasilan tambahan bagi keluarga RTMPE sebesar Rp1 juta.

Kemudian dari kotoran cair yang juga akan diolah menjadi pupuk organik. Menurut dia dapat menghasilkan 150 hingga 250 liter setiap bulannya. "Anggap saja rata-rata menghasilkan 150 liter per bulan, jika dikalikan Rp10.000 per liternya, maka sudah menambah penghasilan sebesar Rp1,5 juta," katanya.

Dengan demikian, kata Zulia, dari limbah atau kotoran sapi saja, keluarga RTMPE sudah mendapatkan penghasilan rata-rata Rp10 juta setiap bulannya. "Bayangkan, hanya dari limbah atau kotoran sapi yang tadinya dianggap tak bernilai, ternyata mampu untuk membuat masyarakat menjadi kaya raya dan ini sudah terbukti," kata dia.

Untuk enam sapi yang dipelihara, lanjut Zulia, bisa menjadi tabungan dan investasi luar biasa. Karena enam ekor sapi Bali tersebut, akan menghasilkan keturunan (anak) enam ekor setiap tahunnya. Jika dalam waktu tiga tahun, maka tabungannya akan berkembang atau bertambah sebanyak 18 ekor.

Untuk diketahui, katanya, harga sapi setiap tahunnya tidak pernah turun atau terus naik. Jika sekarang dibeli dengan harga Rp10 juta per ekor, maka tahun depan bisa lebih mahal lagi. Anggap saja hingga tiga tahun ke depan harganya tetap, maka ketika itu, keluarga RTMPE sudah mendapatkan hasil sebesar Rp180 juta.

"Namun jika sapi tersebut merupakan sapi masyarakat dari bantuan pemerintah yang harus digulirkan, maka pada keturunan tahun pertama harus digulirkan. Namun untuk anak kedua di tahun kedua dan seterusnya menjadi tabungan masa depan, untuk naik haji," kata dia.

Sementara itu, Bupati Kampar mengatakan, bahwa biogas dari pengelolaan kotoran sapi selain sangat efisien juga aman digunakan.  

"Tekanan biogas sangat rendah sehingga tidak akan meledak. Masyarakat aman menggunakannya. Tidak seperti elpiji yang bahaya bahkan beberapa kali telah merenggut korban jiwa akibat meledak," katanya.(rls/fn)