Terpidana kasus korupsi pengadaan sapi di Rohul, Megawati Rosdiana masih tampak bekerja di Badan Penghubung Riau di Jakarta. Padahal pengajuan kasasinya ditolak MA.
JAKARTA (RRN) - Meskipun upaya hukum kasasi Megawati Rosdiana ditolak Mahkamah Agung (MA) sebagai terpidana kasus korupsi pengadaan 100 ekor Kerbau Penjantan untuk kelompok tani di Rokan Hulu tahun 2008. Namun, Megawati masih tetap melakukan aktivitasnya sebagai PNS di Badan Penghubung Riau di Jakarta.
Megawati merupakan Kepala Sub Bidang Pembinaan Masyarakat Daerah di Badan Penghubung Riau di Jakarta, sebagai pejabat eselon IV yang dilantik oleh Gubernur Riau yang diwakili oleh Kepala Badan Penghubung Provinsi Riau di Jakarta yang saat itu di jabat oleh Tarmizi Natar Nasution.
Kepala Badan Penghubung Riau Jakarta, Doni Aprialdi mengaku belum bisa memberikan tanggapan karena dia belum tahu duduk perkara dan masalah yang menjerat anak buahnya.
"Saya belum tahu tentang hal itu, nanti kalau sudah jelas semua baru kita memberikan tanggapan," kata Doni di Jakarta, Senin (2/11/15).
Saat awak media mendatangi Kantor Badan Penghubung Riau di Jalan Otista Raya, Jakarta Timur, untuk bertemu dengan Megawati, salah satu pegawai mengatakan Megawati tidak ada di tempat karena ada acara yang dilakukan pihak Badan Penghubung.
"Orang ya tidak ada di kantor, hari ini ada acara Badan Penghubung di luar," kata pegawai tersebut.
Sebagaimana diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru pada 12 September 2012 lalu menjatuhkan vonis kepada Megawati 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta atau lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Megawati dihukum 5 tahun penjara karena terbukti bersalah.
Megawati sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) merupakan terpidana korupsi pengadaan 100 kerbau penjantan untuk kelompok tani di Rokan Hulu, proyek Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan provinsi Riau pada 2008 silam.
Seperti diketahui, pada tahun 2008 silam Dinas Peternakan Riau yang saat itu dipimpin Kepala Dinasnya Raja Erisman, melakukan pengadaan 100 ekor kerbau untuk kelompok tani di Kabupaten Rokan Hulu, senilai Rp 990 juta.
Namun, meski anggarannya dicairkan 100 persen, ternyata tidak semua kerbau diserahkan kepada kelompok tani. Ada sekitar 20 ekor kerbau lagi yang belum diberikan kepada kelompok tani. Tapi terdakwa, tetap menandatangani berita acara seolah-olah kerbau tersebut sudah diterima oleh kelompok tani. Akibat perbuatan keduanya, negara mengalami kerugian kurang lebih Rp 258 juta. (jor/fn)