PSSI, Korban Kelicikan ‘Patih Sengkuni’

Administrator - Senin, 08 Juni 2015 - 20:24:46 wib
PSSI, Korban Kelicikan ‘Patih Sengkuni’
Ilustrasi (foto : net)
Oleh : Husna Pratiwi
 
Sepakbola Indonesia tengah mendapat ujian paling berat. Sejak didirikan oleh Suratin Cs pada tahun 1930 dulu, PSSI yang awalnya dijadikan sebagai alat perjuangan bangsa, kini tengah diambang ‘kematian’.
 
Arogansi dan kebodohan (baca: ketidaktahuan) pemerintah, dalam hal ini Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan segenap staf, serta terutama para ‘penyusup’ yang kini menjadi konsultan di Badan Olahraga  Profseional Indoensia (BOPI) dan Kemenpora, berhasil membekukan organisasi PSSI. Ini berbuntut jatuhnya sanksi dari Federasi Sepakbola Dunia (FIFA). 
 
PSSI kini mati suri dan ribuan masyarakat yang mengandalkan sepakbola sebagai mata pencaharian harus rela berganti status menjadi pengangguran. Lebih miris lagi, sepakbola yang selama ini menjadi satu-satunya hiburan di tengah kondisi bangsa Indonesia yang kian tak jelas karena situasi politik dan ekonomi yang amburadul. 
 
Kondisi ini juga tidak lepas dari beberapa eks pencetus Indonesia Primer League (IPL) yang pernah berhasil merongrong PSSI dibawah dukungan dana dari pengusaha, Arifin Panigoro. Inilah para penyusup itu yang berkedok konsultan itu. 
 
Mereka bisa kita sebut gerombolan ‘Patih Sengkuni’ gaya baru. Ambisi untuk kembali menguasai sepakbola Indonesia, sekaligus membalas ‘kekalahan’ tahun 2013 lalu, kembali berkobar. Waktu itu berlangsung kongres luarbiasa PSSI di Hotel Borobudur dimana Djohar Arifin berkhianat. Bermodal kelicikan dan niat menghancurkan PSSI, mereka pun berhasil ‘meracuni’ Kemenpora dan BOPI dalam setiap keputusan yang dibuat, khususnya menyangkut sepakbola Indonesia.
 
Sukses pertama ‘Patih Sengkuni’ terlihat saat BOPI tidak merekomendasi dua klub ISL, Persebaya Surabaya dan Arema Indonesia untuk tampil di kompetisi QNB League 2015. Ironisnya, dua klub itu adalah klub besar yang selama ini menjadi ikon kompetisi ISL. Inilah yang menjadi pemicu konflik Kemenpora dan PSSI.  
 
PSSI merasa BOPI tidak berhak mengeluarkan rekomendasi sebuah klub layak atau tidaknya mengikuti kompetisi. Itu adalah ranah milik PSSI, dibawah koordinasi langsung dengan AFC dan FIFA. Dari situlah silang pendapat terus terjadi sampai akhirnya kompetisi QNB League ditunda. 
 
Puncaknya adalah keluarnya surat pembekuan PSSI dari Kemenpora, yang bertepatan dengan terpilihnya La Nyalla Mattalitti sebagai Ketua Umum PSSI periode 2015-2019 pada Kongres PSSI di Hotel JW Marriot, Surabaya, 18 April lalu. Pembekuan itulah yang akhirnya menjadi kata kunci bagi FIFA menjatuhkan sanksi terhadap PSSI. Maklum selama ini FIFA memang alergi dengan intervensi pemerintah dalam urusan sepakbola. 
 
FIFA sempat memberikan waktu sampai 29 Mei atau bertepatan dengan Kongres FIFA di Zurich, agar Kemenpora dan PSSI menyelesaikan perseteruan mereka. Namun sampai batas waktu itu, Kemenpora dan PSSI tetap pada pendiriannya masing-masing.  
 
Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat memanggil Menpora Imam Nahrawi dan Wakil Ketua Umum PSSI Hinca Panjaitan, sehari sebelum deadline tersebut. Saat itu, kabarnya sempat disepakati pencabutan pembekuan tersebut. Namun Menpora yang langsung menemui Presiden Jokowi usai bertemu Wapres JK, menegaskan keputusannya membekukan PSSI tetap didukung presiden, sehingga keputusan pembekuan tetap berjalan. Dan sanksi pun FIFA tak terhindarkan. 
 
Dunia sepakbola Indonesia kini terkucil. Bahkan akibat sanksi itu, dua klub wakil Indonesia di ajang AFC Cup yaitu Persipura Jayapura dan Persib Bandung harus menghentikan kiprahnya di babak 16 besar. Begitu juga tim nasional dipastikan tidak bisa mengikuti Kualifikasi Piala Dunia 2018, Piala Asia, untuk segala tingkatan umur. 
 
Kini Menpora, BOPI, dan gerombolan ‘Patih Sengkuni’  memang bersorak gembira atas kemenangan mereka. Bahkan mungkin pemerintah pun lega dengan ‘sekaratnya’ sepakbola Indonesia.  Nyata sekali, PSSI adalah korban kelicikan ‘Patih Sengkuni’ 
 
Mahasiswa