Harga Minyak Terdongkrak Pengetatan Pasokan dari Venezuela

Administrator - Kamis, 11 April 2019 - 11:27:29 wib
Harga Minyak Terdongkrak Pengetatan Pasokan dari Venezuela
Ilustrasi kilang minyak. cnni pic

Jakarta: Harga minyak pada perdagangan Rabu (10/4) waktu Amerika Serikat (AS) menguat lebih dari 1 persen. Penguatan terjadi menyusul data penurunan stok bensin lebih besar dibandingkan kenaikan stok minyak mentah AS.

Selain itu, penguatan juga disebabkan oleh pengetatan pasokan minyak mentah Venezuela. Dilansir dari Reuters, Kamis (11/4), harga minyak mentah berjangka acuan Brent naik US$1,12 atau 1,59 persen menjadi US$71,73 per barel.

Selama sesi perdagangan berlangsung, Brent sempat menyentuh level US$71,78 per barel, tertinggi untuk lima bulan terakhir. Penguatan juga terjadi pada harga minyak berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,63 atau 0,98 persen menjadi US$64,61 per barel.


"Di penghujung hari, penurunan stok bensin yang besar lebih penting bagi pasar dibandingkan kenaikan stok minyak mentah karena saya pikir kenaikan minyak mentah dapat dengan mudah dibalikkan besar-besaran pekan depan," ujar Pimpinan Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch, seperti sitat CNN Indonesia, Kamis (11/4/2019).

Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) menyatakan persediaan minyak mentah AS naik 7 juta barel, tertinggi sejak November 2017. Padahal, sejumlah analis memperkirakan kenaikan hanya akan berkisar 2,3 juta barel.

Kenaikan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan impor. Sementara, stok bensin menurun 7,7 juta barel, penurunan tertajam sejak September 2017.


Penurunan tersebut tiga kali lipat lebih besar dibandingkan penurunan proyeksi analis yang hanya berkisar 2,2 juta barel.
 
"Meskipun kenaikan stok minyak mentah besarannya hampir sama, mengingat akan menuju puncak musim mengemudi di musim panas, fokus pasar adalah bensin," ujar Partner Again Capital LLC John Kilduff di New York.

Penguatan harga juga ditopang oleh pengenaan sanksi AS terhadap eksportir minyak Iran dan Venezuela. Kemudian, harga juga terdongkrak oleh kebijakan pemangkasan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia.


Kelompok ini dikenal dengan sebutan OPEC+. "Dengan risiko geopolitik yang terus berimbas pada produksi dari Venezuela dan Iran dan sekarang juga berpotensi di Libya dan bahkan Aljazair, pasar minyak mentah kemungkinan besar akan tetap ditopang hingga harga mencapai level yang memuaskan bagi OPEC dan Rusia," ujar Ahli Strategi Komoditi Saxo Bank Ole Hansen.

Pada Rabu (10/4) kemarin, laporan bulanan OPEC menyatakan produksi minyak Venezuela anjlok pekan lalu ke level di bawah 1 juta barel per hari (bph). Kondisi itu terjadi akibat pengenaan sanksi AS dan padamnya listrik.

Angka tersebut bisa menambah perdebatan di kalangan OPEC+ soal kelanjutan kebijakan pemangkasan produksi setelah kesepakatan berakhir pada Juni mendatang. Pekan lalu, pemerintah Rusia memberikan sinyal ingin memompa minyak lebih banyak.

Sementara OPEC ingin tetap mempertahankan kebijakan pemangkasan tersebut.


Kendati demikian, Menteri Energi Uni Emirat Arab Suhail Mohammed Faraj Al Mazroui menyatakan Rusia tidak akan mengerek produksinya sebelum berkoordinasi dengan kelompok produsen yang lain.

Sementara itu, aksi protes di Aljazair berujung pada mundurnya Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika pekan ini. Di Libya, pertempuran antara kelompok bersenjata terjadi dekat ibu kota Libya, Tripoli.

Kendati demikian, gejolak politik tersebut belum berdampak pada produksi minyak dari negara produsen minyak utama di Afrika Utara.


RRN/CNNI