Jakarta: Jumlah anggota Polri yang bunuh diri tahun 2016 meningkat sebesar 117 persen dibandingkan tahun 2015. Pada 2015, ada enam kasus polisi bunuh diri.
Sementara itu, pada 2016, sebanyak 13 anggota Polri mengakhiri hidupnya. Kasus percobaan bunuh diri pun meningkat sebesar 150 persen pada 2016.
Pada 2015, terdapat dua kasus percobaan bunuh diri oleh polisi. Tahun berikutnya, ada lima polisi yang mencoba bunuh diri.
Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia Irjen Arief Sulistyanto mengakui adanya celah dalam sistem rekrutmen yang membuat gangguan kejiwaan lambat terdeteksi.
"Target kita mendapatkan calon yang berkualitas, tanggap sehat jasmani dan rohani. Kalau tidak sungguh-sungguh, banyak kejadian akibat kesalahan proses seleksi," kata Arief di ruang Pusat Pengendalian Krisis (Pusdalsis) Mabes Polri, Jakarta, Selasa (21/2/2017).
Arief mengatakan, saat dirinya masih menjadi Kapolda Kalimantan Barat, ada anggotanya yang memutilasi anaknya. Belakangan diketahui, anggota tersebut memiliki gangguan kejiwaan.
"Setelah dicek, saat tes masuk, ternyata belum ada tes kesehatan jiwa," ujar Arief.
Adapun faktor yang diduga menyebabkan anggota polisi mengakhiri hidupnya adalah lingkungan pekerjaan, lingkungan keluarga, dan permasalahan dalam bertugas.
Arief mengatakan, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian telah memerintahkan tim psikologi untuk meneliti penyebab utamanya. Dengan demikian, deteksi dini dan langkah antisipasi bisa dilakukan untuk mengurangi angka tersebut.
"Supaya ada kesimpulannya, apa treatment paling tepat," kata Arief.
Kepala satuan wilayah diminta lebih memperhatikan kondisi anak buahnya. Gangguan kejiwaan memang tidak tampak secara kasatmata, dan baru akan terlihat jika ada masalah yang muncul. Jadi, pemantauan kegiatan anggota polisi juga harus dilakukan sehari-hari.
Selain itu, untuk antisipasi, ada juga pemeriksaan kesehatan secara berkala. Oleh karena itu, dalam sistem rekrutmen awal, Arief menegaskan agar panitia seleksi melakukan serangkaian proses dengan ketat, terutama soal kesehatan fisik dan kejiwaan.
"Masalah kesehatan soal penting. Dokter pemeriksa harus punya independensi. Kalau tidak jujur dan tanggung jawab, dampaknya akan panjang," kata Arief.
zet/kpc