RADARRIAUNET.COM - Pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pelalawan, Riau, memastikan seluruh apotek dan toko obat di daerah itu memiliki legalitas yang jelas termasuk memiliki Apoteker. Hal ini menyusul maraknya ditemukan apotek dan toko obat yang tidak dimiliki apoteker di Indonesia yang sangat diresahkan masyarakat.
Informasi ini dibeberkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) kabupaten Pelalawan Dr Endid R Pratiknyo melalui Sekretaris Dinkes Asril SKM MKes, Senin (19/9/2016) di Pangkalan Kerinci. Katanya, ada sebanyak 44 apotek dan 52 toko obat yang tersebar di 12 Kecamatan dan telah memiliki Apoteker serta asisten Apoteker.
"Kami pastikan sebanyak 44 apotek dan 52 toko obat yang ada di Kabupaten Pelalawan telah memiliki apoteker dan asisten apoteker. Pasalnya, apoteker dan asisten apoteker ini merupakan persyaratan mutlak saat izin operasional apotek dan toko obat beroperasi. Dan kita harus tahu juga, dimana satu apoteker bisa memegang 3 apotik begitu juga dengan asisten apoteker," ujarnya.
Lanjut Kabid P2PL Diskes Pelalawan ini, secara keseluruhan pengawasan operasional suatu apotek dilakukan oleh apoteker. Hal ini terkait pelayanan kefarmasian dan pengawasan peredaran obat. Untuk itu, maka tanggungjawab seorang apoteker terhadap operasional apotik sangat besar, dimana obat-obatan yang masuk ke apotek ataupun yang diperjual belikan kepada masyarakat harus benar-benar diawasi oleh apoteker.
"Sedangkan terkait obat-obatan yang tergolong keras, tidak bisa diperjual belikan secara bebas di apotek dan toko obat, kecuali memiliki resep dokter dari rumah sakit resmi yang ada di Negeri Seiya Sekata ini dan dibawah pengawasan para apoteker. Apalagi saat ini marak obat-obatan palsu, sehingga tentu penyeleksian oleh apoteker sangat dituntut lebih agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien," kata dia.
Sambung mantan Kabid Pelayanan medis (Yanmed) RSUD Selasih Pelalawan ini, selain melakukan koordinasi dengan Diskes, apoteker dan asisten apoteker juga berkoordinasi dengan BBPOM. Dimana, lanjut dia, pekerjaan kefarmasian menurut UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 yaitu meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Dan untuk obat-obatan keras, maka pihak apoteker dan asisten apoteker rutin melaporkan kepada Dinas Kesehatan. Sedangkan kita secara internal terus mengawasi kinerja dari apoteker dan asisten apoteker.
Jadi, kita berharap apoteker dan asisten apoteker dapat lebih mengawasi secara seksama terhadap obat-obatan dan pelayanan kefarmasian diapotik. Begitu juga asisten apoteker untuk di toko-toko obat, sehingga pelayanan kefarmasian dapat berjalan seperti yang diharapkan. Dengan demikian, maka masyarakat tidak perlu lagi khawatir membeli obat-obatan," katanya mengakhiri.
rbc/fn/radarriaunet.com