RADARRIAUNET.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto enggan berkomentar soal nasib Mary Jane Fiesta Veloso yang menimbulkan perbedaan pendapat antara Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
"Ini masalah pernyataan terbuka. Menurut saya, berdebat itu tidak perlu. Saya tidak akan berkomentar apapun," kata Wiranto di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9).
Pada kesempatan sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan Duterte telah merestui pemerintah Indonesia untuk mengeksekusi Mary Jane, warga negara Filipina yang tersangkut kasus narkotik kala mendarat di Bandara Adisucipto, Yogyakarta.
Pernyataan itu, menurut Jokowi, disampaikan Duterte saat berkunjung ke Jakarta pekan lalu.
Jokowi menyebut pernyataan Presiden Filipina itu sebagai bentuk penghormatan Filipina terhadap proses penegakan hukum yang berlaku di Indonesia.
Namun sinyal “aman” dari Duterte yang disampaikan Jokowi itu dibantah oleh pihak Filipina.
Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay mengklarifikasi bahwa presidennya tidak pernah memberikan lampu hijau bagi eksekusi Mary Jane.
Menurut Yasay, Duterte hanya menghormati proses hukum di Indonesia dan menerima keputusan akhir apapun terhadap kasus tersebut.
Klarifikasi yang dirilis secara resmi oleh Kementerian Luar Negeri Filipina itu untuk merespons pemberitaan media di Indonesia yang mengabarkan bahwa Duterte telah memberikan lampu hijau untuk eksekusi Mary Jane.
Terkait polemik itu, Wiranto mengatakan pemerintah Indonesia menunggu proses hukum terkait Mary Jane yang masih berlangsung di Filipina.
Selain itu, Menlu RI Retno Marsudi juga akan berdialog untuk mengatasi persoalan ini.
"Kami enggak mau menambah polemik. Kami tunggu proses hukum yang berlangsung," kata Wiranto.
Mary Jane ditangkap kepolisian di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010. Dia dituduh mencoba menyelundupkan 2,6 kilogram heroin, dan divonis mati oleh Pengadilan Negeri Sleman, DIY.
Namun Mary Jane mengaku hanya diperalat untuk membawa barang haram tersebut.
Perempuan dua anak itu termasuk pada gelombang terpidana mati yang dieksekusi di Nusakambangan pada April 2015. Namun, hukuman mati terhadapnya ditunda setelah muncul perkembangan terbaru terkait kasus itu di Filipina.
cnn/radarriaunet.com