RADARRIAUNET.COM - Wakil wali kota Davao City, Paolo Duterte, yang merupakan putra Presiden Filipina Rodrigo Duterte, mengungkapkan bahwa dia sudah mendapatkan informasi soal ancaman bom di kota itu dua hari sebelum ledakan di pasar malam terjadi.
Presiden Duterte tengah berada di Davao City, kota kediaman dan kampung halamannya pada Jumat (2/9) ketika ledakan terjadi di sebuah pasar malam. Otoritas Filipina menyatakan sang presiden berada dalam kondisi aman bersama dengan keluarganya.
Paolo mengaku ia mendapatkan informasi bahwa akan terjadi serangan bom di Davao atau di General Santos City. Paolo kemudian sengaja tak menyebarkan infomasi itu karena masih harus diverfikasi oleh petugas keamanan.
“Saya tidak boleh menyebarkannya, sehingga saya tetap diam,” kata Paolo, tanpa mengungkapkan dari mana ia mendapatkan informasi tersebut.
Usai ledakan, Paolo sempat menggelar konferensi pers untuk mengumumkan bahwa setidaknya 10 orang tewas akibat insiden ini, sementara puluhan lainnya terluka.
Polisi setempat kemudian menyatakan kepada Reuters bahwa dua dari 30 warga yang dilarikan ke rumah sakit dinyatakan tewas, sehingga menambah jumlah korban jiwa menjadi 12 orang.
The Inquirer menyebut pasar malam itu diperkirakan didatangi ratusan pengunjung. Ledakan terjadi sekitar 100 meter dari Ateneo de Davao University dan dekat dengan hotel mewah Marco Polo, yang kerap didatangi Deterte. Meski begitu, sang presiden menampik serangan itu menargetkan dirinya.
Davao City terletak di Mindanao, Filipina selatan, wilayah yang kerap dilanda berbagai aksi kekerasan dari kelompok pemberontak Muslim. Meski begitu, Davao City merupakan salah satu kota yang dinilai aman.
Sebelum menjabat sebagai presiden Filipina pada akhir Juni lalu, Duterte menjabat sebagai wali kota Davao City selama 22 tahun. Saat menjabat sebagai wali kota pun, pria 71 tahun ini dikenal keras terhadap pelaku tindak kejahatan serta pengedar narkoba.
Di bawah pimpinan Duterte, praktik pembunuhan di luar hukum untuk memberantas para pengendar dan pecandu narkoba di Davao diperbolehkan sejak bertahun lalu.
Praktik ini mendorong Pelapor Khusus PBB soal Pembunuhan di Luar Hukum mengunjungi kota tersebut dan melakukan investigasi pada 2008 dan 2009, menurut laporan pengamat internasional, Ruben Carranza.
Praktik pembunuhan di luar hukum kemudian diadopsi secara nasional ketika Duterte menjabat sebagai presiden. Duterte berjanji akan dapat memberantas praktik penyalahgunaan narkotika dalam enam bulan sejak dia dilantik pada 30 Juni lalu.
cnn/radarriaunet.com