Bebas Dari PLN Kejagung Kejar Dahlan Iskan Di Mobil Listrik

Administrator - Jumat, 07 Agustus 2015 - 21:14:49 wib
Bebas Dari PLN Kejagung Kejar Dahlan Iskan Di Mobil Listrik
DIPERIKSA: Petugas dari Kejagung memeriksa mobil listrik hasil pengadaan proyek yang diprakarsai mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, kemarin. Kejagung menyita 10 mobil listrik sebagai barang bukti atas kasus pengadaan mobi

Pekanbaru (RRN) - Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan sepertinya belum bisa bernafas lega. Setelah memenangkan Gugatan Praperadilan terhadap Kejaksaan DKI Jakarta, kini mantan Dirut PLN itu kembali dikejar dalam kasus dugaan korupsi Pengadaan Mobil Listrik.

Tanda-tanda Upaya Kejaksaan ingin menjerat Dahlan Iskan sudah dimulai dengan adanya penyelidikan maupun penyiataan terhadap sejumlah mobil listrik yang sudah sempat didistribusikan ke sejumlah daerah di Indonesia. Setelah menyita mobil listrik dari UGM, kini Kejagung Sita 3 Mobil Listrik dari Universitas Riau. Penyitaan Mobil  listrik yang pernah dihibahkan Pertamina ke Universitas Riau tersebut dibenarkan oleh   Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Mukhzan saat dikonfirmasi awak media.

"Sudah disita penyidik Kejagung dari Universitas Riau, hari ini," kata dia di Pekanbaru, Riau, Rabu (5/8/2015).

Menurut Mukhzan, penyitaan merupakan salah satu rangkaian penyidikan kasus dalam proyek bernilai Rp 32 miliar itu. Mobil yang disita ini akan menjadi barang bukti oleh penyidik untuk mengungkap kasus tersebut.

"Penyitaan sudah dikoordinasikan ke Kejati Riau. Jadi, Kejati Riau dalam penyitaan ini hanya mendampingi penyidik Kejagung," tegas dia.

Melibatkan 3 BUMN

Kasus ini terjadi pada 2013, persisnya ketika Dahlan Iskan menjabat sebagai Menteri BUMN. Kala itu, Dahlan menugaskan sejumlah BUMN yakni PT Pertamina, PT Perusahaan Gas Negara (PGN), dan PT BRI untuk menjadi sponsor pengadaan mobil listrik guna mendukung kegiatan operasional Konferensi APEC 2013 di Bali.

Jaksa menduga adanya penyimpangan, lantaran 16 mobil tersebut akhirnya tidak bisa benar-benar digunakan. Mobil itu kemudian dihibahkan ke 6 universitas yaitu Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Brawijaya (Unibraw), dan Universitas Riau?.

Akibat dari proyek itu, ketiga BUMN tersebut mengalami kerugian. Tetapi jaksa belum memutuskan berapa besar kerugian yang dialami negara.

Dalam kasus ini Kejagung telah menahan Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama Dasep Ahmadi yang menjadi tersangka dalam kasus ini.

Dasep merupakan pihak swasta yang ditunjuk Dahlan Iskan untuk menggarap proyek mobil listrik yang dipamerkan pada ajang Konferensi APEC 2013. Namun, proyek yang dibiayai 3 perusahaan BUMN itu mandek di tengah jalan.

Dari total Rp 32 miliar dana yang dikucurkan, Dasep sudah mengantongi sekitar 92% pembayaran. Kegagalan proyek itu dinilai sebagai kerugian negara sehingga dijadikan dasar oleh tim penyidik pidana khusus untuk menetapkan Dasep sebagai tersangka.

Selain Dasep, kejaksaan juga menetapkan anak buah Dahlan Iskan di Kementerian BUMN, Agus Suherman, yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dan menjabat kepala Bidang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Tanggung Jawab Kementerian BUMN.

 

Mobil Listrik Disejumlah daerah juga akan disita

Kejaksaan Agung benar-benar tidak ingin membuat Dahlan Iskan bebas melenggang. Terbukti dari upaya Kejaksaan Agung memperkuat bukti-bukti dugaan korupsi dalam pengadaan mobil listrik tersebut. Di Daerah DIY, Kejaksaan sudah menyita mobil listrik sebagai bukti adanya dugaan korupsi. "Benar Kami hanya mendampingi. Penyitaan dilakukan oleh tim dari Kejaksaan Agung," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi DIY, Dzulkardiman  kepada awak media

Sementara itu Kepala Sub Direktorat Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Sarjono Turin, menyampaikan bahwa Penyidik Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Jampidsus akan melakukan penyitaan mobil, Kamis (6/8/2015), , di Universitas Airlangga Surabaya.

"Besok Tim Penyidik Satgasus akan bergerak ke Surabaya untuk mengambil satu unit, ke Universitas Airlangga Surabaya," kata Sarjono Turin di depan Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (5/8/2015).

Sebelumnya  Kejaksaan Agung telah menahan rekanan pengadaan 16 mobil elektrik yang menjabat Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama berinisial Dasep Ahmadi. Dasep ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung untuk 20 hari ke depan demi kepentingan penyidikan.

"Tersangka ditahan selama 20 hari dari 28 Juli sampai 16 Agustus 2015 di Rumah Tahanan Negara Salemba Kejagung sebagaimana Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-73/F.2/Fd.1/07/2015, tanggal 28 Juli 2015," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony Tribagus Spontana, Rabu (29/7).

Semula penyidik berencana memeriksa tersangka namun tidak didampingi kuasa hukumnya hingga akhirnya ditahan sampai 20 hari ke depan. Dalam kasus tersebut, Kejagung telah menetapkan dua tersangka berinisial AS, Direktur Utama Perikanan Indonesia, dan Dasep Ahmadi Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama.

Walaupun Kejaksaan sudah menahan sejumlah pihak, tetapi sampai saat ini Kejaksaan Agung belum menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka dalam kasus yang, menurut Kejaksaan Agung, merugikan negara senilai Rp32 miliar.

Institusi itu baru  menetapkan dua tersangka, yakni Dasep Ahmadi dari PT Saimas Ahmadi Pratama serta Agus Suherman, dirut Perum Perikananan Indonesia yang juga mantan pejabat Bina Lingkungan Kementerian BUMN.

Dasep dituding tidak memenuhi kewajiban menyelesaikan pengadaan mobil listrik. Sebab, dari 16 mobil yang dipesan, hanya tiga unit yang selesai dibuat.

Sedangkan Agus dituding menyalahi wewenang dengan meminta BRI, PGN, dan Pertamina mengucurkan dana untuk proyek itu senilai Rp32 miliar.

Kepala Subdit Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung, Sarjono Turin, mengatakan "negara dirugikan secara mutlak," seperti dikutip situs berita Tempo

Pengacara Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra menganggap tidak ada unsur korupsi dalam kasus ini, kendati kliennya hanya diperiksa sebagai saksi.

Berbicara kepada wartawan, saat jeda pendampingan terhadap Dahlan Iskan, Yusril menjelaskan bahwa kasusnya bermula beberapa waktu menjelang KTT APEC tahun 2013 di Bali.

Saat itu di rapat-rapat kabinet muncul ide menggunakan forum akbar itu untuk mempromosikan kemampuan Indonesia membuat mobil listrik. Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN lalu diserahi tugas menyiapkannya.

Namun, "karena tidak dianggarkan pembiayaannya di APBN, maka dicarikan jalan keluar," kata Yusril.

Sesudah berbagai rapat, ditemukan jalan keluar berupa menghimpun dana dari biaya promosi BUMN yang tertarik.

"Ada tiga yang tertarik: Pertamina, PT Gas Negara, dan Bank Rakyat Indonesia. Ketiganya menyatakan berminat, bukan ditunjuk," tegas Yusril lagi.

Ketiga BUMN kemudian berurusan dengan PT Sarimas Ahmadi Pratama, yang dianggap sudah berpengalaman membuat mobil listrik, untuk membuat 16 mobil listrik dengan biaya Rp32 miliar.

Dari 16 mobil itu hanya tiga yang selesai. "Namun itu urusan antara pembuat mobil dengan tiga BUMN yang memesan dengan dana promosi mereka," kata Yusril.

Namun kemudian Dahlan Iskan mengaku prihatin bahwa mantan stafnya, Agus Suherman, yang ditetapkan sebagai tersangka. "Saya sedih ini menjadi masalah pidana," kata Dahlan seperti dikutip Tempo.

Dahlan menyatakan bersedia mengganti seluruh pengeluaran yang dianggap sebagai kerugian.

Namun Yusril menegaskan, kesediaan Dahlan mengganti seluruh pengeluaran itu bukan merupakan pengakuan bersalah. "Itu watak Pak Dahlan. Sebagaimana dulu, ketika para suporter Persebaya melakukan perusakan di kereta api, Pak Dahlan sebagai Ketua Persebaya waktu itu menyatakan akan mengganti seluruh kerugian, kata Yusril.

Lepas dari itu, menurut Yusril, dalam pandangannya, tidak ada unsur korupsi dalam urusan ini, karena menyangkut hubungan profesional antara dua pihak.

Bahwa terjadi "saling menyalahkan tentang fakta bahwa dari 16 mobil listrik yang dipesan, hanya tiga yang selesai, itu masalah antara tiga BUMN itu dengan PT Sarimas Ahmadi Pratama."

Betapapun, Kejaksaan Agung tetap menganggap ada unsur kerugian negara, karena penyandang dana proyek itu adalah badan usaha milik negara. (fn)