Jakarta (RRN) - Deretan wanita berlenggak-lenggok di atas panggung, tubuhnya dibalut busana cantik yang menampilkan sosok bak puteri raja yang anggun, mewah, dan berkelas. Itulah gambaran kebanyakan kontes kecantikan atau beauty pageant yang ada di dunia saat ini.
Keberadaan kontes kecantikan ini ada hampir setiap tahun dan dilaksanakan dengan megah. Setidaknya menggunakan sebuah ruang pertemuan besar, puluhan koleksi busana mewah desainer, serta puluhan penata rias.
Beragam tingkat dan model kontes kecantikan, dari tingkat kabupaten atau kota sampai kontes tingkat internasional sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Ratusan hingga ribuan perempuan pernah merasakan menjadi ratu sejagat, meski hanya dalam waktu setahun.
Tak sekadar hanya jadi ajang untuk melihat perempuan-perempuan seksi, ajang ini juga bertujuan mendongkrak pariwisata. Setidaknya ini yang menjadi alasan yang selalu ditonjolkan saat promosi.
Namun, apakah mendongkrak parwisata negeri menjadi motif yang sama dalam benak para peserta untuk ikut dalam kontes kecantikan? Ternyata, beberapa peserta tak melulu menempatkan pariwisata sebagai motif utama mengikuti sebuah beauty pageant. Salah satu alasannya adalah 'balas dendam.'
"Sebenarnya ini bukan cita-cita saya. Namun saya terbiasa dari kecil untuk membuktikan diri. Saya dahulu sangat gendut, dan memiliki kekasih," kata Nawang Wulan Hanafi, Miss Tourism World Congeniality 2015 lalu dalam kesempatan bincangnya kepada awak media.
"Namun suatu kali kekasih mengkhianati saya dan saya ingin membuktikan ke dia saya bisa jadi lebih baik dan ia akan menyesal."
Nawang merupakan finalis lima besar Putri Pariwisata Indonesia yang dilaksanakan oleh El John pada 2014. Ia kemudian dikirim mengikuti ajang serupa yang lebih tinggi di Malaysia pada November lalu. Meski tak berhasil meraih mahkota Miss Tourism World, tetapi Nawang membawa pulang gelar 'persahabatan', atau Congeniality.
Gadis sarjana Sastra Jawa Universitas Indonesia ini pada awalnya tidak pernah mengira akan mengikuti sebuah ajang kontes kecantikan, terutama ia sadar akan bobot tubuhnya yang jauh dari porsi seorang ratu sejagat. Namun, berbekal sakit hati dan keinginan membuktikan diri menjadi lebih baik, Nawang rela diet ketat dan kemudian mengikuti berbagai kontes, seperti Abang-None.
Dalam ajang kecantikan tingkat DKI Jakarta tersebut, Nawang tampil dengan baik. Belum puas, ketika salah seorang temannya memberi tahu adanya kontes Putri Pariwisata, maka ia tanpa pikir panjang langsung mendaftar. Meski ternyata dalam mewakili Banten -provinsi tempat ia berdomisili- mewajibkan Nawang mengikuti kontes pendahuluan dari tingkat kabupaten atau kota, gadis kelahiran 28 Februari ini tak mundur selangkah pun.
"Ini juga tidak diajarkan oleh orang tua. Saya melihat, ketika saya mencoba melakukan sesuatu yang belum pernah saya pikirkan sebelumnya, saya akan tahu sejauh apa kapasitas saya, dan saya jadi sadar potensi, pengetahuan, dan kemampuan saya," kata Nawang.
"Mungkin kalau tidak ikut kontes ini saya belum tentu akan berada di sini, di posisi ini, sekarang,"
Nawang mengakui selama mengikuti berbagai kontes, ia merasa mendapatkan berbagai pengetahuan yang tak didapatkan di bangku pendidikan formal. Perempuan yang mengaku belajar berbahasa Inggris melalui film ini pun mempelajari cara berkomunikasi, kepribadian, dan berbagai macam lainnya untuk menjadi sosok puteri impian yang bukan cuma cantik, namun cerdas, pintar, bertutur dan bersikap yang baik.
Berbagai pengorbanan pun ia pertaruhkan. Nawang sadar, segala sesuatu yang diinginkan perlu adanya pengorbanan. Dan ia pun harus rela menjadi lebih sibuk dan letih dibandingkan ketika kuliah dahulu. Namun beruntungnya Nawang, ia tak harus menunda kuliah karena sudah lulus sarjana saat mengikuti kontes. Pun ketika ia kalah dari Thailand saat kontes Miss Tourism World, ia mengaku tak merasa sedih sama sekali.
"Ilmu ini semua sangat berguna. Ya semua pengorbanan ini bentuk pendewasaan yang harus dijalani, saya yakin semua ini sangat layak, apa yang saya korbankan saat ini akan berguna di masa depan." kata Nawang.
Kini, sesuai dengan gelar yang ia peroleh, Nawang diharuskan membantu Kementerian Pariwisata RI untuk mempromosikan pariwisata Indonesia dalam berbagai kesempatan. Nawang mengaku kerap menemani sang Menteri Pariwisata Arief Yahya ketika akan promosi, bukan cuma di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.
Kegiatan promosi ini akan terus dilakukan hingga masa tugas berakhir dan setelahnya, Nawang akan coba bekerja di sebuah perusahaan pengelola pariwisata Nasional.
Pelarian
Bila Nawang memiliki motif sedikit personal sebagai alasan mengikuti kontes kecantikan, berbeda dengan Dikna Faradiba, Putri Pariwisata Indonesia 2015. Berbincang dengan CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu, gadis keturunan Afghanistan yang memiliki keluarga di Manokwari, Papua Barat ini menuturkan alasannya mengikuti kontes kecantikan.
"Ini sebenarnya bukan cita-cita saya. Saya bercita-cita menjadi diplomat," kata Dikna. "Tapi toh intinya sama, Putri Pariwisata mempromosikan pariwisata Indonesia, itu juga salah satu tugas diplomat," lanjutnya.
"Tapi kalau orang itu bukan siapa-siapa, maka tidak akan bisa mempengaruhi orang lain. Makanya saya ingin mengikuti ajang yang dapat mempengaruhi orang lain," kata Dikna.
Gadis yang akan bersiap menghadapi ajang Miss Tourism International pada Mei mendatang ini lebih memilih mengikuti ajang kecantikan dibandingkan bergabung dengan lembaga pemuda lainnya dengan alasan lebih dapat dikenal. Menurut Dikna, dengan menjadi duta pariwisata, maka akan punya peluang untuk turun langsung dalam kegiatan promosi pariwisata.
Berawal dari iklan di televisi, Dikna pun akhirnya memutuskan mengikuti ajang Putri Pariwisata Indonesia. Meski semula bukan menjadi minatnya, lambat laun Dikna mulai menikmati rasanya menjadi sosok putri yang menjadi pusat perhatian khalayak.
"Pengaruhnya ketika saya menjadi Putri Pariwisata ini orang juga jadi lebih menghargai, karena tau ada role model. Ketika saya promosi di media sosial pun responnya positif dari yang lain," kata Dikna.
Pun sama dengan Nawang, tidak sedikit yang harus Dikna korbankan dalam menapak jalan menjadi putri berpengaruh bagi khalayak. Meski sudah lulus dari bangku perguruan tinggi, namun keinginannya melanjutkan studi S2 harus ditunda satu tahun karena ajang ini. Padahal, ia sudah menyiapkan segala keperluannya mulai dari pilihan jurusan hingga penyediaan buku-buku.
Namun Dikna merasa tak menjadi soal ia harus menunda masa studi master sampai kontrak menjadi Putri Pariwisata Indonesia berakhir. Selama itu pula, ia mempersiapkan diri untuk tampil dengan baik di ajang selanjutnya, Miss Tourism International. Dikna mulai belajar dari komunikasi hingga pemasaran pariwisata juga pemasaran diri. Bahkan Dikna belajar atraksi dengan api agar dapat menyuguhkan bakat yang unik nantinya.
"Semua pengorbanan ini layak. Kalau saya hanya ikut S2 bisa jadi saya tidak mendapat ini semua dan siapa tahu akan bergna nantinya. Saya sama sekali tidak menyesal," kata Dikna. "Toh saya juga tidak berminat bekerja selain menjadi diplomat, paling saya berwirausaha,"
"Saya juga belajar fire dance buat kontes bakat nanti, saya pilih itu karena unik dan beda. Dan rasanya tidak akan terpikir seorang putri kontes kecantikan bermain api, ya mudah-mudahan dapat meraih best talent, mohon doanya," kata Dikna. "Tapi bagi saya yang terpenting, ketika saya tampil, orang-orang tahu dan kenal dengan Indonesia."
Entah menjadi ajang pembuktian atau hanya menjadi pelarian, toh kontes kecantikan selalu menarik minat para perempuan untuk mendaftar menguji diri mereka sendiri dengan perempuan lainnya, siapa yang lebih cantik, berbakat, pintar, dan berbudi santun.
CNN/ RRN