Radarriau.net | Jakarta - ?Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi sorotan publik setelah menerima permohonan yang menggemparkan. Dua warga negara, Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin, secara resmi mengajukan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Negara. Gugatan ini secara spesifik menuntut penghapusan uang pensiun bagi para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), memicu perdebatan sengit tentang keadilan, kesejahteraan rakyat, dan tanggung jawab wakil rakyat.
?Permohonan ini terdaftar dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 dan menyasar Pasal 1 huruf a, Pasal 1 huruf f, dan Pasal 12 UU No. 12/1980. Para pemohon berargumen bahwa ketentuan-ketentuan ini menciptakan ketidaksetaraan yang mencolok antara anggota DPR dan pekerja pada umumnya. Mereka menyoroti fakta bahwa seorang anggota DPR yang hanya menjabat selama satu periode (lima tahun) berhak mendapatkan tunjangan pensiun seumur hidup.
?Perbandingan yang Mencolok: DPR vs. Pekerja Biasa
?Inti dari gugatan ini terletak pada perbandingan yang tajam antara hak pensiun anggota DPR dan hak yang sama bagi pekerja di sektor lain, baik swasta maupun aparatur sipil negara (ASN). Dalam argumennya, pemohon menekankan bahwa sistem pensiun bagi anggota DPR sangat istimewa.
?"Seorang buruh, bahkan yang sudah bekerja puluhan tahun, belum tentu mendapatkan jaminan pensiun yang layak. Sementara itu, seorang wakil rakyat yang hanya bertugas lima tahun bisa menikmati tunjangan seumur hidup," ujar Syamsul Jahidin dalam berkas permohonannya.
?Selain uang pensiun bulanan, pemohon juga menyoroti adanya Tunjangan Hari Tua (THT) sebesar Rp 15 juta yang dibayarkan satu kali. Tunjangan ini, menurut mereka, semakin memperlebar jurang pemisah antara hak finansial para pejabat negara dan rakyat yang mereka wakili. Argumentasi ini tidak hanya bersifat teknis hukum, tetapi juga menyentuh aspek moral dan etika. Pemohon berpendapat, seharusnya anggota dewan, sebagai pelayan publik, tidak mendapatkan perlakuan istimewa yang membebani keuangan negara.
(Her)