RADARRIAUNET.COM: Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif, Andi Putra, menyampaikan pembelaan atau pledoi terkait tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menghukumnya 8,5 tahun penjara.
Andi Putra menerima suap Rp500 juta atas pengurus perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit PT Adimulia Agrolestari (AA) di Kuansing.
Andi Putra mengikuti persidangan melalui video conference dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru, Kamis 14 Juli 2022.
Di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, politisi Partai Golkar itu diwakili oleh penasehat hukumnya dengan majelis hakim yang dipimpin Dahlan.
Dalam pembelaannya, Andi Putra melalui penasehat hukumnya, membeberkan soal kewenangan pemberian perpanjangan HGU.
Menurutnya, tidak ada kewenangan terdakwa selaku Bupati Kuansing mengeluarkan rekomendasi untuk perpanjangan izin HGU karena 20 persen kebun kemitraan/ plasma berada di Kampar.
Saat pertemuan di Hotel Prime Park pada 3 September 2021, M Syahrir selaku Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau menyarankan untuk meminta rekomendasi kepada Bupati Kuansing.
"Perbuatan itu dinilai suatu yang salah," ucap Dodi.
Ketika itu, PT AA berniat untuk tidak perlu membangun kebun kemitraan/plasma lagi di wilayah Kuansing karena telah membangun paling sedikit 20 persen kebun di Kabupaten Kampar.
Namun oleh Syahrir, dijelaskan bahwa kewenangan menentukan lokasi kebun kemitraan/ plasma paling sedikit 20 persen dari total HGU ada pada Bupati Kuansing.
"Dari situ dapat dilihat yang punya niat jahat adalah M Syahrir selaku Kepala Kanwil BPN Riau bukan terdakwa. Karena dia yang mengarahkan untuk meminta rekomendasi," tutur Dodi.
Kendati pun ada rekomendasi, tidak akan menghapus kewenangan pembangunan kebun plasma 20 persen.
"Karena untuk lahan di atas 250 hektare kewenangannya ada di Kementerian ATR (Agraria dan Tata Ruang)," tutur Dodi.
Di pembelaannya, juga dibeberkan terkait uang Rp500 juta yang diterimanya dari General Manager PT AA, Sudarso.
Ia menegaskan kalau uang tersebut adalah pinjaman dan bukan uang suap untuk perpanjang izin HGU lahan sawit PT AA di Kuansing.
"Uang dipinjam pada 14 September 2021 sedangkan rekomendasi baru diketahui 9 Oktober 2021. Kita lihat timer-nya, kan tidak mungkin orang memberikan uang untuk sesuatu yang dia tidak diketahui. Dan itu jelas ada di fakta persidangan," tutur Dodi yang dipersidangan didampingi Firdaus Basir dan Ronal Regen.
Hal itu dipertegas dengan keterangan Direktur Keuangan PT AA, Iriana Iskandar. Di persidangan, saksi menyebutkan pada 27 September 2021, ada mengeluarkan dua cek dengan jumlah Rp500 juta dan Rp53.500.000.
"Di catatan buku besar keuangan PT AA tertulis kalau Rp500 juta tertulis pinjaman Sudarso. Sedangkan Rp53 juta lebih untuk perpanjangan HGU dan uang itu diterima oleh Sudarso. Kalau yang Rp500 juta untuk HGU tentu dicatat untuk HGU," tutur Dodi.
Hingga tanggal 18 Oktober, kata dia, ketika detik-detik Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan, Andi Putra belum mengetahui tentang rekomendasi.
"Jadi di mananya, Andi Putra menyalahgunakan wewenang. Disposisi aja belum," ucapnya menyitat cakaplah.
Untuk itu, ia berharap majelis hakim membebaskan Andi Putra dari segala tuntutan JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kita tidak sampai minta hukuman seringannya karena memang tidak terima uang untuk rekomendasi. Kita minta terdakwa dibebaskan," tutupnya. RR/CPL