RADARRIAUNET.COM: Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini keberatan atas banyaknya pasien positif virus corona (Covid-19) dari luar daerah yang dirawat di kotanya. Akibatnya, warga Surabaya sendiri tak kebagian ruang perawatan rumah sakit di Kota Pahlawan.
Hal itu diungkapkan Risma, saat menggelar pertemuan bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Surabaya dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur, di halaman Balai Kota Surabaya,sebagaimana di kutip CNNIndonesia.com Senin 12 Mei 2020.
"Masa di kota sendiri [Surabaya], kita enggak dapat tempat perawatan. Contohnya, di RS Soewandhie dipenuhi pasien dari luar kota, semuanya dirujuk ke Surabaya. Sementara, pasien asal Surabaya malah tidak dapat tempat," kata Risma, dengan nada tinggi.
Risma mengatakan berdasarkan data yang dia peroleh, pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit Surabaya, sebanyak 50 persen di antaranya merupakan warga luar Surabaya.
Ia menyebutkan, pasien Covid-19 luar Surabaya itu terdeteksi di Rumah Sakit dr Soewandhie dan Rumah Sakit BDH, mereka datang langsung ke unit gawat darurat (UGD). Akibatnya, pasien Covid-19 yang berasal dari Surabaya tidak bisa semuanya dirawat di rumah sakit.
Sebagian pasien warga Surabaya terpaksa harus menjalani isolasi mandiri karena rumah sakit mengalami overload atau kelebihan kapasitas.
"Kalau hitungan saya, pasien [luar Surabaya] itu ada sebanyak 50 persen. Jadi kadang mereka datangnya ke UGD, di RS Soewandie, di RS BDH, itu ada pasien luar Surabaya," katanya.
"Kenapa kok diterima terus dari luar? Padahal sudah ada rumah sakit rujukan di Jawa Timur yang sudah ditunjuk. Kan tidak fair kalau kemudian semua dibawa ke Surabaya," ujarnya.
Risma memahami mungkin warga luar Surabaya tersebut tidak percaya dengan fasilitas rumah sakit di daerahnya asalnya, sehingga memilih dirujuk di Surabaya. Namun, ia juga keberatan bila semua pasien dari daerah lain dirawat di Surabaya.
"Itu membuat suasana di Surabaya juga semakin berat. Daya dukung Surabaya terbatas, sementara tekanan dari luar besar. Saya juga enggak mau," ucapnya.
Tak sampai di situ, Risma pun khawatir jika pasien luar daerah tersebut datang ke rumah sakit Surabaya, bersama rombongan keluarga mereka. Sebab bisa saja keluarga yang ikut mengantar itu turut berstatus orang dalam risiko (ODR) atau bahkan orang tanpa gejala (OTG) dan positif Covid-19.
"Kalau dia OTG lalu pergi ke mana-mana di Surabaya, misalnya ke warung makan dan tempat lain, tentu ini yang membuat berat kepada kami di Surabaya," kata Risma.
Ia merasa perjuangannya untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 di kotanya ini sia-sia, jika tidak ada ketegasan dari rumah sakit, termasuk ketika mendapat tekanan dari luar.
Bantah Risma
Merespons keluhan Risma, Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Jatim, dr Joni Wahyuhadi, mengatakan bahwa etika kedokteran melarang rumah sakit atau dokter membeda-bedakan pasien berdasarkan suku, ras, agama dan kedaerahan.
"Merawat pasien itu, tidak boleh dibedakan berdasarkan ras, agama, suku, daerah, politik. Itu etika kedokteran," kata Joni, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
Semua pasien berhak perawatan yang sama di setiap rumah sakit tanpa memandang dari daerah mana pasien tersebut.
"Artinya, misalkan kalau pemerintah provinsi, buat rumah sakit khusus untuk masyarakat Jatim. Orang Kalimantan, orang Jawa Tengah, itu ndak etis, dan tidak diperkenankan di dunia kedokteran," ujarnya.
Joni yang juga Direktur Utama RSUD dr Soetomo, Surabaya, ini mengatakan bahwa di rumah sakit yang ia pimpin, 95 persen dari keseluruhan pasiennya merupakan warga Surabaya.
Ia pun mempertanyakan data Risma yang menyebut bahwa 50 persen kapasitas rumah sakit di Surabaya, kini ditempati oleh pasien rujukan dari daerah lain.
"Pengalaman kami di Soetomo, 95 persen [pasien yang dirawat] itu ya orang Surabaya, saya tidak tahu di rumah sakit lain, apakah memang banyak rujuakan dari luar, perlu diupdate datanya itu, karena di Soetomo tidak berbicara seperti itu," kata dia.
Ia juga yakin bahwa daerah telah secara maksimal melakukan persiapan. Ia mencontohkan RSUD Sidoarjo, Jatim, yang telah menambahkan ruang isolasinya berkali-kali lipat.
"Kesiapan daerah kalau kita lihat di sini, luar biasa. RSUD Sidoarjo itu merawat sampai 125 pasien, saat ini, jadi mereka mengembangkan [lagi] sampai 60 ruang isolasi," ucapnya.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menambahkan bahwa dalam data sebaran Covid-19, pasien dibagi berdasarkan daerah domisilinya, bukan dari daerah tempat di mana pasien itu dirawat. Hal ini membantah pernyataan Risma.
"Faktanya bahwa secara statistik tidak demikian, data itu [pasien per kota] berdasarkan domisilinya, bukan kemudian pasien dari kota lain di kota lain, kemudian dia dianggap di kota tempat dirawat. Mudah-mudahan ini memberikan jawaban jelas, faktual," katanya.
Jumlah pasien positif virus corona di Surabaya per Senin (11/5) tercatat berjumlah 741 orang. Dari jumlah itu ada 541 masih dalam perawatan, 110 orang terkonversi negatif atau sembuh, dan 89 orang lainnya meninggal dunia.
RRN