Sampai Kiamat Natuna Adalah Indonesia

Administrator - Senin, 13 Januari 2020 - 13:53:33 wib
Sampai Kiamat Natuna Adalah Indonesia
Ilustrasi. Foto: Mi

RADARRIAUNET.COM: Kewibawaan Indonesia benar-benar diuji dalam kasus Natuna. Klaim sepihak Republik Rakyat Tiongkok atas perairan di wilayah Kepulauan Riau itu tidak bisa dipandang sepele. Pemerintah mesti menyikapinya dengan serius.

Klaim sepihak Tiongkok memang tak sebatas kata-kata. Tanpa memedulikan hubungan baik dengan Indonesia ataupun hukum internasional, 'Negeri Tirai Bambu' merestui kapal-kapal nelayan mereka memanen ikan di Laut

Natuna sejak Desember 2019. Bahkan, tak sekadar merestui, Tiongkok melindungi kapal-kapal pencuri itu dengan mengerahkan kapal-kapal penjaga pantai untuk melakukan pengawalan.

Tiongkok betul-betul keras kepala. Padahal, jelas dan tegas bahwa Natuna sah menjadi milik Indonesia. Klaim mereka yang mengacu pada nine dash-line atau sembilan garis imajiner tak selaras dengan hukum internasional yang diakui Konvensi Hukum Laut PBB atau United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

Tiongkok ialah anggota UNCLOS sehingga wajib menghormati dan menaati implementasinya. Pada konteks itulah, kita sebagai bangsa yang berdaulat pantang membiarkan Tiongkok melanjutkan sikap dan tindakan menyimpang mereka.

Segenap upaya yang telah diambil pemerintah memperlihatkan bahwa kita tak akan tunduk begitu saja pada arogansi Tiongkok. Beragam pesan telah disampaikan kepada Tiongkok. Dari nota protes hingga pengerahan kapal-kapal perang, pesawat tempur, dan tentara merupakan pesan yang gamblang kepada siapa pun untuk tidak main-main dengan Indonesia.

Pesan terkini bahkan disampaikan langsung Presiden, Kepala Negara, yang juga Panglima Tertinggi TNI, Joko Widodo. Kemarin, Jokowi mengunjungi Kabupaten Natuna dan bertemu dengan ratusan nelayan untuk berdialog sekaligus menyerahkan sertifikat. Kunjungan ke Natuna itu ialah kali keempat yang dilakukan Jokowi.

Dari sisi agenda, kunjungan Jokowi memang hanya untuk menyapa rakyatnya. Akan tetapi, dari sudut politik internasional, kunjungan itu bermakna penegasan bahwa Natuna ialah milik Indonesia.

Kunjungan itu menjadi peringatan pula kepada siapa saja, termasuk Tiongkok, untuk tidak coba-coba mengusik kepunyaan Indonesia. Terbukti, kemarin kapal-kapal nelayan berikut kapal penjaga pantai Tiongkok menyingkir dari perairan Natuna

Di Natuna, Jokowi dengan sangat tegas menyatakan bahwa Kepulauan Natuna merupakan wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari dulu sampai sekarang hingga kiamat kelak, Natuna adalah Indonesia. Jokowi juga kembali menegaskan tidak ada tawar-menawar terhadap kedaulatan Indonesia, termasuk Natuna.

Kita mendukung, sangat mendukung, sikap dan langkah pemerintah untuk memastikan Natuna tetap berbendara merah putih. Natuna adalah NKRI sampai kapan pun yang harus dipertahankan dengan cara apa pun.

Kita sepakat, amat sepakat, tidak perlu ada negosiasi dengan Tiongkok karena Natuna bukan ajang sengketa. Kita setuju, amat setuju, tidak ada tawar-menawar atau perundingan dengan Tiongkok karena Natuna bukan barang dagangan yang diperjualbelikan. Natuna ialah bagian dari tubuh Indonesia yang tak mungkin dipotong atau diambil begitu saja.

Pemerintah pantang kendur dalam menyikapi klaim sepihak Tiongkok atas Natuna. Sudah saatnya pula pesan-pesan lebih keras disampaikan, antara lain dengan kembali menenggelamkan kapal-kapal asing perampok ikan di perairan Indonesia seperti yang dilakukan menteri Susi Pudjiastuti.

Ketegasan seperti itu terbukti membuat Indonesia disegani. Sebaliknya, sikap lunak membuat kedaulatan kita diinjak-injak. Tiongkok memang investor terbesar ketiga Indonesia, tetapi bukan berarti kita boleh membiarkan mereka bertindak semaunya sendiri.

Betul kata Susi Pudjiastuti bahwa pada saat Tiongkok berinvestasi, kita mesti hormati dan jaga. Akan tetapi, pada saat mencuri, dia harus kita tangkap dan tenggelamkan.

Dengan kandungan kekayaan alam, baik ikan maupun ladang gas begitu melimpah ruah, Natuna akan selalu menjadi incaran pencuri. Karena itu, negara harus benar-benar hadir di sana untuk menjaga dan memastikan ia tetap menjadi milik Indonesia.

 

RR/MI