Jakarta: Bank Indonesia menetapkan Uang Kertas Asing (UKA) yang masuk atau keluar wilayah kepabeanan Indonesia dengan nilai setara Rp1 miliar harus mengantongi izin BI. Ketentuan itu tercantum di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/7/PBI/2017 yang diterbitkan tanggal 5 Mei 2017 silam.
Menurut peraturan tersebut, aktifitas impor dan ekspor UKA hanya bisa dilakukan oleh badan berizin seperti bank dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA). Aturan baru ini berlaku mulai 5 Maret 2018 mendatang.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelola Devisa BI Budianto menuturkan, peraturan ini diciptakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah melalui mekanisme permintaan dan penawaran. Apalagi, BI menyadari bahwa frekuensi UKA lintas batas cukup tinggi, namun tidak dilengkapi dengan data yang mumpuni.
"Kami memandang bahwa perlu aktivitas ini perlu diatur agar UKA bisa dimonitor oleh BI. Pengaturan ini diharapkan bisa mendukung kebijakan pengendalian kurs," ujar Budianto, Senin (15/5).
Melengkapi ucapan Budianto, Direktur Departemen Pengelolaan Devisa BI Rudy Brando Hutabarat menerangkan, BI pun belum memiliki instrumen yang mampu mengatur lalu lintas UKA dari Indonesia maupun ke Indonesia. Maka dari itu, peraturan ini dianggap sebagai kebijakan yang bisa menangani masalah tersebut.
Hal ini juga dilandasi pasal 7 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999, di mana BI berkewajiban untuk memelihara kestabilan Rupiah. Di samping itu, beleid ini juga dilandasi pasal 3 UU Nomor 24 Tahun 1999, yaitu kewenangan BI untuk meminta informasi mengenai lalu lintas devisa.
"PBI ini tentu akan meng-address kondisi yang diharapkan bisa mendukung efektivitas kebijakan moneter. Logikanya, kalau ada transaksi dan infonya tidak kami dapat, maka kebijakannya tidak akan efektif karena datanya tidak lengkap," paparnya.
Ia melanjutkan, angka batasan Rp1 miliar ini didasari atas survei yang dilakukan oleh BI.
Yang pertama, survei yang dilakukan terhadap KUPVA dan bank menunjukkan bahwa rata-rata UKA yang diimpor setara dengan Rp1 miliar per bulan.
Sementara itu, survei lain yang ditujukan kepada pelaku perdagangan dan pariwisata menunjukkan UKA setara Rp1 miliar cukup untuk kegiatan transaksi bagi dua sektor tersebut.
"Selain itu, kami juga memperhatikan laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK),"lanjutnya.
Jika ada yang melanggar peraturan tersebut, maka BI berhak untuk melakukan penegahan. Dengan kata lain, BI berhak untuk menahan uang tersebut untuk tidak masuk atau keluar wilayah Indonesia.
Rencananya, sanksi ini akan berlaku mulai 7 Mei 2018 mendatang, atau dua bulan setelah kebijakan ini berlaku. Ini dimaksudkan agar masyarakat menerima sosialisasi yang dilakukan oleh BI.
Selain itu, BI juga memberi waktu kepada bank dan KUPVA untuk beradaptasi dengan kebijakan ini. Tak hanya itu, BI juga akan memberikan sanksi administrasi berupa teguran.
"Tapi kami harap sanksi ini bisa diminimalisasi, masih ada 10 bulan untuk mensosialisasikan peraturan ini," pungkasnya.
Gir/cnni